Rabu, 24 Agustus 2011

27 Agustus 2011


27 Agustus 2011
Luk.7:1-17 (Pw S. Monika)
            Setelah selesai mengatakan hal-hal itu kepada orang banyak, Yesus pergi ke Kapernaum. Di situ ada perwira Roma yang mempunyai hamba yang sangat dikasihinya. Hamba itu sakit dan hampir mati. Pada waktu perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa pemimpin orang Yahudi pergi kepada-Nya untuk minta supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya. Ketika sampai pada Yesus, orang-orang itu memohon dengan sangat supaya Ia menolong perwira itu. "Perwira ini layak ditolong oleh Bapak," kata mereka kepada Yesus, "sebab ia mengasihi bangsa kita dan sudah membangun rumah ibadat untuk kami." Maka Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Yesus hampir sampai di rumah itu, perwira itu mengutus kawan-kawannya kepada-Nya untuk mengatakan, "Tak usah Bapak bersusah-susah ke rumah saya. Saya tidak patut menerima Bapak di rumah saya. Itu sebabnya saya sendiri tidak berani menghadap Bapak. Jadi beri saja perintah supaya pelayan saya sembuh. Sebab saya pun tunduk kepada perintah atasan dan di bawah saya ada juga prajurit-prajurit yang harus tunduk pada perintah saya. Kalau saya menyuruh seorang prajurit, 'Pergi!' ia pun pergi; dan kalau saya mengatakan kepada yang lain, 'Mari sini!' ia pun datang. Dan kalau saya memerintahkan hamba saya, 'Buatlah ini!' ia pun membuatnya." Yesus heran mendengar itu. Ia menoleh dan berkata kepada orang banyak yang sedang mengikuti-Nya, "Bukan main orang ini. Di antara orang Israel pun belum pernah Aku menemukan iman sebesar ini!" Ketika orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah perwira itu, hamba itu sudah sembuh. Tidak lama kemudian, Yesus pergi ke kota Nain. Pengikut-pengikut-Nya dan orang banyak pergi bersama Dia. Waktu Yesus sampai di dekat pintu gerbang kota, orang-orang sedang mengantar jenazah ke luar kota. Yang meninggal adalah anak laki-laki, anak tunggal seorang janda. Banyak penduduk kota menyertai ibu itu. Ketika Tuhan Yesus melihat wanita itu, Ia kasihan kepadanya lalu berkata, "Jangan menangis, Ibu!" Kemudian Yesus mendekati usungan jenazah itu dan menjamahnya. Maka pengusung-pengusung berhenti. Yesus berkata, "Hai pemuda, Aku menyuruh engkau bangun!" Pemuda yang sudah mati itu, bangun duduk dan mulai berbicara. Maka Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang takut dan mulai memuji Allah. Mereka berkata, "Seorang nabi yang besar sudah muncul di tengah-tengah kita! Allah sudah datang untuk menyelamatkan umat-Nya!" Kabar tentang Yesus ini tersebar di seluruh Yudea dan di daerah sekitarnya.

Memimpin dengan Kasih
Ketika pelajaran agama, pak guru bertanya, “Siapakah yang memiliki kuasa untuk menghidupkan orang mati?” “Tuhan!” Jawab para murid. “Benarlah demikian. Hanya Tuhanlah yang memiliki kuasa untuk menghidupkan kembali orang mati. Kebenaran ini juga telah disaksikan dalam seluruh Kitab Suci.” Lalu pak guru membuka Kitab Ulangan 32:39 dan membacakannya kepada para murid, “Lihatlah sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorang pun tidak ada yang dapat melepaskan dari tangan-Ku.” Lalu kata pak guru, “Sekarang kita telah menyaksikan Yesus memiliki kuasa untuk menyembuhkan dan menghidupkan orang mati. Jika demikian siapakah Yesus sebenarnya?” “Tuhan!” Kembali jawab para murid. “Sekali lagi kalian benar. Yesus adalah Tuhan. Meski Ia adalah Tuhan yang memiliki kuasa yang begitu besar tapi Ia menggunakan kuasaNya itu atas dorongan belas kasih untuk menyelamatkan kita semua.” Ketika pak guru berhenti bicara sejenak, tiba-tiba Aloysius yang adalah ketua kelas itu bertanya, “apakah itu berarti saya yang dipercayai menjabat sebagai ketua kelas juga harus bersikap atas dorongan kasih seperti Tuhan Yesus, Pak?” “Tepat sekali. Sebagai ketua kelas kamupun harus menggunakan kekuasaan itu untuk mengatur kelas ini dengan dorongan kasih,” jawab pak guru. “Lalu bagaimana cara, Pak?” Kembali tanya Aloysius. “Pimpinlah teman-teman dengan kasih dan kesabaran, tidak sewenang-wenang atau memerintah mereka sesuka hatimu sendiri.” Kini Aloysius semakin mengerti bagaimana ia harus menjadi ketua kelas yang baik. Demikian juga kita, ketika kita dipercaya untuk menjadi pemimpin maka kita haruslah memimpin dengan kasih Tuhan. (Januar Jamon)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar