Rabu, 31 Agustus 2011

6 September 2011


Selasa, 6 September 2011
Lukas 6:12-19
12 Pada waktu itu Yesus naik ke sebuah bukit untuk berdoa. Di situ Ia berdoa kepada Allah sepanjang malam.  13 Ketika hari sudah terang, Ia memanggil pengikut-pengikut-Nya, lalu memilih dua belas orang dari mereka. Ia menamakan kedua belas orang itu rasul-rasul. Mereka adalah:  14 Simon (yang disebut-Nya juga Petrus), dan Andreas saudara Simon; Yakobus dan Yohanes, Filipus dan Bartolomeus,  15 Matius dan Tomas, Yakobus anak Alfeus, dan Simon (yang disebut Patriot),  16 Yudas anak Yakobus dan Yudas Iskariot yang kemudian menjadi pengkhianat.  17 Kemudian Yesus turun dari bukit itu bersama-sama dengan rasul-rasul itu, lalu berhenti dan berdiri di suatu tempat yang datar. Di situ ada juga sejumlah besar pengikut-pengikut-Nya yang lain dan banyak orang yang datang dari mana-mana di seluruh Yudea, Yerusalem, dan kota-kota Tirus dan Sidon yang di tepi laut.  18 Mereka datang untuk mendengar Yesus, dan untuk disembuhkan dari penyakit-penyakit mereka. Mereka yang kemasukan roh jahat datang juga dan disembuhkan.  19 Semua orang berusaha menjamah Yesus, karena ada kuasa yang keluar dari diri-Nya yang menyembuhkan mereka semua.
Ayat Emas:  Pada waktu itu Yesus naik ke sebuah bukit untuk berdoa. Di situ Ia berdoa kepada Allah sepanjang malam.  (Luk 6:12)
Gigih Berdoa Novena
                Sudah berulang kali Vita berusaha untuk melakukan doa novena setiap jam sembilan malam selama sembilan hari berturut-turut. Namun, setiap kali ia melaksanakan niatnya, ada saja yang mengganggunya sehingga putus di tengah jalan. Pada bulan yang lalu ia telah sungguh-sungguh ingin memenuhi niatnya untuk berdoa novena, namun ketika menjelang hari yang ketiga ia lupa karena masih menemani ibu yang waktu itu mengajaknya menengok saudara yang sedang terbaring di rumah sakit.
                Namun demikian, Vita tak ingin menyerah. Pada hari berikutnya ia kembali untuk mengulang kembali iatnya, dan waktu itu ia sudah bertekad bahwa apapun yang terjadi ia akan tetap mengosongkan semua kegiatan untuk berdoa. Bahkan ia telah berusaha untuk menyetel alarm arlojinya saat mendekati jam Sembilan. Ttapi pada hari yang kelima ternyata usahanya itu gagal lagi. Hanya karena tanpa sadar ia tertidur, gara-gara kecapekan setelah seharian ikut kerja bakti membersihkan halaman gereja.
Bekat usahanya yang gigih, akhirnya Vita pun berhasil melaksanakan niatnya berdoa novena setiap jam Sembilan malam selama Sembilan hari berturut-turut. Alangkah lega hati Vita saat itu dan ia sungguh-sungguh bersyukur kepada Allah karena berkat pertolongan-Nya akhirnya ia berhasil memenuhi niatnya.
Berjuang untuk melakukan hal yang baik memang sering menemui rintangan. Namun bila kita berhasil mengatasinya maka kita akan merasa jauh lebih bahagia daripada ketika tidak ada rintangan sama sekali. Terlebih lagi dalam hal doa, Allah sangat menghargai usaha kita yang ingin selalu berusaha menjumpai-Nya dan kita percaya Ia akan dengan senang hati mengabulkan permohonan kita (Adrianus Haryatmoko).

5 September 2011


Senin, 5 September 2011
Lukas 6:6-11
6 Pada suatu hari Sabat yang lain, Yesus pergi mengajar di rumah ibadat. Di situ ada orang yang tangannya lumpuh sebelah.  7 Beberapa guru agama dan orang Farisi mau mencari kesalahan Yesus supaya bisa mengadukan Dia. Jadi mereka terus memperhatikan apakah Ia akan menyembuhkan orang pada hari Sabat.  8 Tetapi Yesus tahu pikiran mereka. Maka Ia berkata kepada orang yang tangannya lumpuh itu, "Mari berdiri di sini di depan!" Orang itu bangun, lalu berdiri di situ.  9 Kemudian Yesus bertanya kepada orang-orang yang ada di situ, "Menurut agama, kita boleh berbuat apa pada hari Sabat? Berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan orang atau mencelakakan?"  10 Yesus melihat sekeliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang itu, "Ulurkanlah tanganmu." Orang itu mengulurkan tangannya, dan tangannya pun sembuh.  11 Tetapi guru-guru agama dan orang-orang Farisi itu marah sekali, dan mulai berunding mengenai apa yang dapat mereka lakukan terhadap Yesus.
Ayat Emas: Beberapa guru agama dan orang Farisi mau mencari kesalahan Yesus supaya bisa mengadukan Dia (Lukas 6:7a )
Merasa Diri Paling Benar
                Doni anak ketua lingkugan. Ayahnya dikenal sangat baik dan santun, oleh karenanya banyak orang sangat menghormatinya. Mereka berharap Doni pun meniru teladan baik ayahnya dan dapat menjadi contoh bagi teman-temannya. Tapi ternyata Doni justru lebih suka mencari-cari kesalahan teman-temannya dan selalu merasa dirinya paling benar sekalipun jelas-jelas dirinya telah melakukan kesalahan. Lama kelamaan teman-teman Doni meninggalkannya dan tak ingin lagi bermain bersamanya. Demikian pula mengenai pandangan teman-teman terhadap ayah Doni yang dianggap tidak bisa mendidik Doni dengan baik. Sikap Doni itu, baik disadarinya atau tidak, telah merusak nama baik ayahnya.
                Sikap Doni speerti orang-orang Farisi dalam bacaan hari ini yang merasa sebagai umat pilihan Tuhan sehingga mereka selalau merasa diri paling benar dan paling suka mencari kesalahan orang lain. Terlebih lagi terhadap Yesus yang mereka benci, karena sulit mendapati kesalahan pada Diri Yesus, maka mereka pun berusaha untuk mencelakaiNya. Mari kita senantiasa berusaha untuk menjaga hati dan membuang kebencian, karena kalau hati sudah membenci seseorang maka sebaik aapapun sikap orang itu, tetap saja akan terlihat buruk. Bila kita bersikap buruk demikian, sebenarnya secara tidak langsung kita pun telah mencemarkan nama Yesus. Sebab kita telah menjadi anak-anakNya yang seharusnya dapat memberi contoh yang baik kepada banyak orang seperti yang telah diajarkan olehNya (Cahyo Kurnianto).

4 September 2011


Minggu, Minggu Biasa XXIII
4 September 2011
Matius 18:15-20
15 "Kalau saudaramu berdosa terhadapmu, pergilah kepadanya dan tunjukkanlah kesalahannya. Lakukanlah itu dengan diam-diam antara kalian berdua saja. Kalau ia menurut kata-katamu, maka berhasillah engkau mendapat saudaramu itu kembali.  16 Tetapi kalau tidak, bawalah satu atau dua orang lagi. Sebab dalam Alkitab tertulis, 'Sekurang-kurangnya dua atau tiga saksi diperlukan untuk menyatakan seorang tertuduh bersalah.'  17 Kalau ia tidak menerima nasihat orang-orang itu, beritahukanlah hal itu kepada jemaat. Dan akhirnya, kalau ia tidak mau menerima nasihat jemaat, anggaplah ia sebagai penagih pajak dan seorang yang tidak mengenal Allah."  18 "Ketahuilah: Apa yang kalian larang di dunia, juga dilarang di surga. Dan apa yang kalian benarkan di dunia, juga dibenarkan di surga.  19 Dan ketahuilah juga: Kalau di antara kalian di dunia ini dua orang sepakat mengenai apa saja dan mendoakannya, doa itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku di surga.  20 Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul karena Aku, Aku berada di tengah-tengah mereka."
Ayat Emas: "Kalau saudaramu berdosa terhadapmu, pergilah kepadanya dan tunjukkanlah kesalahannya. Lakukanlah itu dengan diam-diam antara kalian berdua saja. (Matius 18:15a)

Tegas dalam Sikap, Lembut dalam Cara
                Ketika Bu Hari sedang mengajar Bahasa Indonesia, Dwi dan Wawan justru terlihat asyik ngobrol di dalam kelas. Meski obrolan metreka tidak terlalu keras, namun cukup mengganggu pelajaran yang sedang berlangsung sekaligus dapat mempengaruhi teman-temannya yang lain untuk berbuat seperti mereka. Oleh karena sikap mereka dipandang kurang baik, maka Bu Hari pun menegur mereka secara halus. Katanya, “Dwi dan Wawan, jika kalian ingin ngobrol, silakan diteruskan di luar saja.” Mendengar perkataan Bu Hari, Dwi dan Wawa pun segera menyadari kekeliruannya dan kembali memperhatikan pelajaran yang sedang dipaparkan Bu Hari di depan kelas.
                Usai pelajaran tersebut. Bel istirahat pun berbunyi. Lantas Bu Hari meminta Dwi dan Wawan menemuinya di kantor. Di dalam kantor, Bu Hari menasihati keduanya, “Saya tahu, kalian anak-anak yang baik. Karena itu saya tidak ingin menjatuhkan nama baik kalian di depan teman-teman sekelas dan memanggil kalian kemari.” Demikianlah Bu Hari mengawali pembicaraannya dan selanjutnya ia menasihati keduanya di ruang kantor itu. Demikianlah Dwi dan Wawan merasa senag diperlakukan demikian, karena Bu Hari menasehati mereka dengan lembut hati. Maka, sejak saat itu, Dwi dan Wawan tidak pernah lagi ngobrol di dalam kelas ketika pelajaran sedang berlangsung dan lebih sungguh-sungguh memperhatikan setiap pelajaran.
                Sikal Bu Hari sangatlah terpuji, karena ia teta berusaha menjaga nama baik Dwi dan Wawan, meskipun mereka telah melakukan kesalahan. Menegur memang tidaklah harus dilakukan dengan cara yang kasar, apalagi sampai menyakiti hati orang lain. Demikian pula yang dimaksudkan oleh Yesus, kita harus tegas dalam sikap tapi ketegasan itu tetap harus dilakukan dengan cara yang lembut (Septyana).

3 September 2011


Sabtu, 3 September 2011
Pw Gregorius Agung
Lukas 6:1-5
Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus lewat sebuah ladang gandum, pengikut-pengikut-Nya memetik gandum. Mereka menggosok gandum itu dengan tangan, lalu memakannya.  2 Beberapa orang Farisi berkata, "Mengapa kalian melanggar hukum-hukum agama kita dengan melakukan yang dilarang pada hari Sabat?"  3 Yesus menjawab, "Belum pernahkah kalian membaca tentang yang dilakukan Daud, ketika ia dan orang-orangnya lapar?  4 Ia masuk ke dalam Rumah Tuhan dan mengambil roti yang sudah dipersembahkan kepada Allah, lalu memakannya. Kemudian diberikannya juga roti itu kepada orang-orangnya. Padahal menurut hukum agama kita, imam-imam saja yang boleh makan roti itu."  5 Lalu Yesus berkata, "Anak Manusia berkuasa atas hari Sabat!"
Ayat Emas: Lalu Yesus berkata, "Anak Manusia berkuasa atas hari Sabat!"(Lukas 6:5)
Aturan untuk Manusia
                Artha yang kini telah duduk di kelas lima ingin sekali ikut kor sekolah yang hendak membawakan lagu-lagu Gregorian untuk acara ulang tahun gereja. Tapi ia tidak diperbolehkan oleh guru pelatihnya dengan alas an kalau koor itu hanya boleh diikuti oleh siswa kelas enam. Maka sdihlah hati Artha, kali ini ia harus mengubur keinginannya untuk turut berpartisipasi dalam perayaan ulang tahun gereja yang ia cintai.
Memang, aturan itu penting untuk menciptakan ketertiban dalam hidup kita. Namun demikian, perlu diingat juga bahwa tujuan utama adanya aturan adalah untuk kebaikan manusia. Jadi, jika aturan itu ternyata justru bertengtangan dengan tujuan utamanya maka haruslah dihapus.
Demikian pula sikap manusia yang hari ini bisa kita lihat dalam bacaan, Ia telah menunjukkan kkepada kita bahwa bagaimana pun manusia lebih berharga dari sekedar aturan. Sebab, aturan dibuat untuk kepentingan manusia, bukan manusia yang dijadikan budah peraturan (A. Suharyadi). 

2 September 2011


Jumat, 2 September 2011
Lukas 5:33-39
33 Orang-orang berkata kepada Yesus, "Pengikut Yohanes dan pengikut orang Farisi sering berpuasa dan berdoa. Tetapi pengikut-pengikut-Mu makan dan minum."  34 Yesus menjawab, "Apakah kalian dapat menyuruh tamu-tamu berpuasa di pesta kawin, selama pengantin laki-laki masih bersama-sama mereka? Tentu tidak!  35 Tetapi akan tiba saatnya pengantin laki-laki itu diambil dari mereka. Pada waktu itulah mereka akan berpuasa."  36 Lalu Yesus menceritakan kepada mereka perumpamaan ini, "Tidak ada orang yang menambal baju lama dengan sepotong kain dari baju baru. Sebab ia menyobek baju yang baru itu. Lagipula kain penambal yang baru itu tidak cocok dengan baju yang tua.  37 Begitu juga tidak ada orang yang menuang anggur baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena anggur baru itu akan menyebabkan kantong itu pecah. Maka anggurnya terbuang, dan kantongnya rusak.  38 Anggur yang baru harus dituang ke dalam kantong yang baru juga.  39 Begitu juga tidak ada orang yang mau minum anggur baru setelah minum anggur tua. 'Anggur tua itu lebih enak,' katanya."
Ayat Emas: Begitu juga tidak ada orang yang menuang anggur baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena anggur baru itu akan menyebabkan kantong itu pecah. Maka anggurnya terbuang, dan kantongnya rusak. (Lukas 5:37)
MALAS BELAJAR
                Semakin hari Lisata semakin terlihat malas belajar, seluruh waktunya hanya dipakai untuk bermain ke rumah teman-temannya. Pada suatu hari, ketika ditegur ayah, ia berdalih, “Jangan salahkan Lista jakau Lista lebih suka main ke rumah teman. Karena di sana ada computer yang bisa menunjang belajar Lista. Coba kalau dibelikan komputer sendiri, Lista pasti akan rajin belajar di rumah.” Demikian kata Lista untuk mencari pembenaran atas sikapnya. “Baiklah, nanti ayah pasti akan membelikannya untukmu, “ kata ayah. Betapa egmbiranya hati Lista saat itu.
                Namun setelah dibelikan komputer, ternyata Lista hanya menggunakannya untuk main game. Lantas ayah kembali menanyakan janji Lista. “Sekarang sudah punya komputer sendiri, tapi mana janjimu yang katanya akan rajin belajar?” Lista hanya terdiam tidak bisa menjawab pertanyaan ayah. “Ayah seidh melihat sikapmu ini. Karena ayah pikir setelah memiliki fasilitas baru engkau pun akan memiliki semangat baru dan melaksanakan ucapanmu sendiri. Jika komputer ini ternyata hanya akan menambah kemalasanmu, lebih baik ayah menjualnya lagi.” Kata ayah. “Jangan, Yah. Baiklah, mulai hari ini Lista akan berubah dan menggunakannya untuk menunjang belajar Lista.” Sejak hari itu Lista sungguh-sungguh berubah dan mulai terlihat rajin belajar (Viktor H.P.) 

1 September 2011


Kamis, 1 September 2011
Lukas 5:1-11
Pada suatu waktu, Yesus berdiri di pantai Danau Genesaret. Banyak orang berdesak-desakan untuk mendengar berita dari Allah.  2 Yesus melihat dua perahu di pantai itu; nelayan-nelayannya sudah turun dari perahu-perahu itu dan sedang mencuci jala mereka.  3 Yesus naik ke salah satu perahu, yaitu perahu Simon, lalu menyuruh Simon mendorong perahunya itu sedikit jauh dari pantai. Yesus duduk di dalam perahu itu dan mengajar orang banyak.  4 Setelah selesai mengajar, Ia berkata kepada Simon, "Berdayunglah ke tempat yang dalam, dan tebarkan jalamu untuk menangkap ikan."  5 "Bapak Guru," jawab Simon, "sepanjang malam kami bekerja keras, namun tidak menangkap apa-apa! Tetapi karena Bapak suruh, baiklah; saya akan menebarkan jala lagi."  6 Sesudah mereka melakukan itu, mereka mendapat begitu banyak ikan sampai jala mereka mulai robek.  7 Sebab itu mereka minta tolong kepada teman-teman mereka di perahu yang lain. Teman-teman mereka itu datang lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu penuh dengan ikan sampai perahu-perahu itu hampir tenggelam.  8 Waktu Simon melihat itu, ia sujud di hadapan Yesus, lalu berkata, "Tinggalkanlah saya, Tuhan! Sebab saya orang berdosa!"  9 Simon dan semua orang yang bersama dia heran melihat banyaknya ikan yang mereka tangkap.  10 Begitu juga dengan teman-teman Simon, yaitu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus. Yesus berkata kepada Simon, "Jangan takut! Mulai sekarang engkau akan menjadi penjala orang."  11 Simon dan teman-temannya menarik perahu-perahu itu ke pantai, kemudian meninggalkan semuanya, lalu mengikuti Yesus.
Ayat emas: "Bapak Guru," jawab Simon, "sepanjang malam kami bekerja keras, namun tidak menangkap apa-apa! Tetapi karena Bapak suruh, baiklah; saya akan menebarkan jala lagi."   (Lukas 5:5)
Bangkit Kembali
                Cinta sangat sedih setelah mengetahui bahwa dirinya tidak mendapat juara dalam lomba membaca Kitab Suci. Lantas, ia segera memeluk ibu yang sejak awal selalu menemaninya. Sambil menangis ia berkata, “Sudah hamper satu bulan aku berusaha berlatih, tapi ternyata usahaku gagal. Kalau tahu hasilnya akan seperti ini, seharusnya aku tidak perlu membuang-buang waktu untuk hal yang sia-sia begini.” Mendengar perkataannya itu, ibu berusaha menguatkan hati Cinta, katanya, “Semua yang telah kaulakukan itu tidak ada yang sia-sia, Nak. Bagaimanapun, Firman Tuhan yang kaubaca itu sangat berguna untuk hidupmu. Jadi, teruslah membacanya meski tidak ada lomba. Sebab, itulah yang sebenanya menjadi tujuan lomba membaca Kitab Suci.  Yakni supaya kita terus membaca, merenungkan, dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jangan mudah menyerah karena kegagalan kecil. Jika kau tetap rajin  membacanya, ibu pun percaya kalau suatu saat nanti kau akan berhasil karena engkau telah menghayatinya dalam hidupmu. Perkataan ibu sungguh-sungguh telah menyadarkan Cinta dan ia bertekad untuk terus membaca Kitab Suci setiap hari.
                Sebaik-baiknya usaha adalah mampu untuk bangkit kembali setelah gagal dan belajar dari kegagalan itu untuk menjadi lebih baik. Inilah pelajaran berharga yang sebenarnya juga dapat kita petik dari bacaan Injil hari ini ketika Yesus meminta Petrus untuk kembali menebarkan jalanya meski telahj sepanjang malam ia berusaha dan tidak mendapatkan satu ikan pun. Namun setelah mencoba sekali lagi seperti yang diakatakan Yesus, akhirnya ia berhasil mendapatkan ikan yang berlimpah-limpah (Jhonny Wardoyo).

Rabu, 24 Agustus 2011

Bangga Menjadi Anak Indonesia


Bangga Menjadi Anak Indonesia
Adik-adik terkasih, kita bersyukur karena dianugerahi hidup dan keluarga yang baik. Kita bersyukur pula atas kekayaan bumi Indonesia yang penuh dengan kekayaan alam dan aneka tambang.. Jumlah penduduk Indonesia sekarang ini lebih dari 250 juta jiwa. Sekalipun kita berasal dari aneka suku, bahasa, dan agama yang berbeda, namun kita telah dipersatukan menjadi satu bangsa Indonesia dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Suatu kemajemukan yang sungguh patut kita syukuri. Oleh karenanya semangat tenggang rasa dan toleran perlu kita kembangkan agar kita bisa tetap bersatu dan menjadi bangsa yang besar.
Tuhan yang telah menempatkan manusia di Taman Eden, memberikan tugas kepada manusia untuk memelihara dan mengusahakan taman itu (Kej 2). Kita pun perlu memelihara lingkungan alam di sekitar kita. Nabi Yeremia juga menasihati umat yang dibuang ke Babel untuk berdoa dan mengusahakan kesejahteraan kota dimana mereka tinggal sebab kesejahteraan kota itu juga menjadi kesejahteraan umat Israel yang berada di sana (Yer 29:7). Maka selayaknya kita juga mendoakan bangsa dan negara kita, demikian pula bagi para pejabat pemerintah dan pelayan masyarakat sehingga kesejahteraan semakin kita rasakan bersama (bdk. 1 Tim 2:1-2).  Maka setiap orang Katolik Indonesia haruslah menjadi 100% Katolik dan 100% Indonesia, seperti semboyan yang pernah dicetuskan oleh Mgr. Sugiyopranoto SJ. Di halaman Oase, adik-adik bisa menyimak ternyata tidak sedikit dari putra-putri terbaik Gereja telah menjadi pahlawan nasional. Maka mari kita bersatu dengan semua teman-teman kita tanpa pandang suku, agama, dan golongan, untuk membangun Indonesia yang lebih damai dan makmur, dan dengan belajar dengan baik demi masa depan bangsa kita. Berkah Dalem!
Rm. Didik Bagiyowinadi Pr

31 Agustus 2011


31 Agustus 2011
Luk. 4:38-44
            Yesus meninggalkan rumah ibadat itu, lalu pergi ke rumah Simon. Ibu mertua Simon sedang sakit demam, dan orang-orang memberitahukan hal itu kepada Yesus. Yesus pergi ke tempat tidur ibu itu, lalu mengusir demam itu. Demam itu hilang, dan ibu mertua Simon langsung bangun dan melayani mereka. Ketika matahari sedang terbenam, semua orang membawa kepada Yesus saudara-saudaranya yang menderita bermacam-macam penyakit. Yesus meletakkan tangan-Nya ke atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka. Roh-roh jahat pun keluar dari banyak orang, sambil berteriak-teriak, "Engkaulah Anak Allah!" Tetapi Yesus membentak mereka dan tidak mengizinkan mereka berbicara, sebab mereka tahu bahwa Dialah Raja Penyelamat. Pada waktu matahari mulai terbit Yesus meninggalkan kota itu lalu pergi ke suatu tempat yang sunyi. Orang-orang mulai mencari Dia, dan ketika mereka menemukan-Nya, mereka berusaha supaya Ia jangan meninggalkan mereka. Tetapi Yesus berkata, "Kabar Baik tentang bagaimana Allah memerintah harus Aku beritakan juga di kota-kota lain, sebab untuk itulah Allah mengutus Aku ke dunia." Karena itu Yesus berkhotbah di dalam rumah-rumah ibadat di seluruh negeri Yudea.

Melayani Setelah Diselamatkan
Sudah hampir satu minggu ini Heri terbaring di tempat tidur karena terserang malaria. Hampir di sepanjang hari ia merasakan demam hingga kini belum kunjung reda. Terkadang Heri merasa cemas dan takut. Ia selalu ingin ditemani ibunya. Pada satu kesempatan bertanya pada ibunya,”Bu, kapan Heri akan sembuh? Heri sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit ini.” Mendengar pertanyaan Heri, hati ibu menjadi sangat miris. Ibupun mencoba menguatkan hatinya,”Sabar ya sayang. Tak lama lagi demam itu akan hilang dan engkau pasti sembuh, karena Tuhan tidak akan membiarkanmu menderita sendirian dan Ia akan segera menyembuhkanmu.” “Benarkah yang dikatakan ibu?” Kata Heri, “Jika Tuhan memang benar-benar telah menyembuhkan Heri, Heri berjanji akan rajin ke gereja dan banyak berbuat baik kepada teman-teman untuk membalas kebaikan Tuhan.” Sementara ibu memandangi wajah Heri sambil tersenyum, ia mengelus rambut Heri untuk kembali menguatkan batinnya.
Beberapa hari kemudian sembuhlah Heri. Sekarang ia dapat bermain bersama teman-teman seperti dulu lagi. Namun, ternyata ia tetap saja jahil terhadap teman-temannya dan tetap jarang ke gereja. Heri lupa dengan semua janjinya di saat masih terbaring sakit.
Apakah kitapun seringkali bersikap seperti Heri yang tidak tahu bersyukur itu ataukah seperti ibu mertua Simon seperti yang dikisahkan dalam bacaan hari ini? ibu mertua Simon tidak mengumbar janji seperti Heri. Sebaliknya, ibu mertua Simon yang setelah tahu bahwa dirinya telah sembuh dari sakit ia langsung beranjak dari tempat tidurnya dan melayani Tuhan tanpa banyak bicara. Ibu mertua Simon sungguh-sungguh tahu bagaimana cara menyukuri anugerah Tuhan. Bagaimana dengan kita? Apakah setelah diselamatkan kita pun tahu bagaimana cara bersyukur dan melayani Tuhan, baik dalam Gereja maupun di tengah-tengah masyarakat? Sebagai anak-anak Tuhan hendaknya kita meniru teladan baik dari ibu mertua Simon dengan lebih banyak berbuat kebaikan, melayani sesama secara nyata, bukan sekedar pandai mengumbar janji dan berkata-kata manis. (Laurentia)

30 Agustus 2011


30 Agustus 2011
Luk.4:31-37
            Kemudian Yesus pergi ke kota Kapernaum di Galilea. Di sana Ia mengajar orang-orang pada hari Sabat. Mereka kagum melihat caranya Ia mengajar, sebab Ia berbicara dengan wibawa. Di situ di rumah ibadat ada seorang yang dikuasai roh jahat. Orang itu menjerit-jerit, "Hai Yesus, orang Nazaret, Engkau mau buat apa dengan kami? Engkau datang untuk membinasakan kami? Saya tahu siapa Engkau: Engkau utusan yang suci dari Allah!" "Diam!" bentak Yesus kepada roh jahat itu. "Keluarlah dari orang ini!" Lalu roh jahat itu membanting orang itu di hadapan mereka semua, kemudian keluar dari orang itu tanpa menyakitinya. Semua orang heran, dan berkata satu sama lain, "Bukan main kata-kata-Nya. Dengan wibawa dan kuasa, Ia memerintahkan roh-roh jahat keluar, dan mereka keluar juga!" Maka kabar tentang Yesus tersebar di seluruh wilayah itu.

Mengenal Yesus Lebih Dekat
            Herlina dan keluarganya baru saja pindah rumah. Di tempat tinggalnya yang baru, Herlina belum dikenal oleh masyarakat. Demikian pula sebaliknya, iapun belum mengenal salah seorang pun di situ. Ketika ia hendak menurunkan barang-barang bawaannya, ia dan keluarganya kebingungan akan minta tolong pada siapa. Untung saja, ada seseorang yang mendatangi dan membantu memasukkan barang-barang bawaan mereka yang lumayan banyak itu ke dalam rumah. Setelah selesai, Herlina sekeluarga mengucapkan terima kasih dan mengajaknya makan bersama di rumahnya. Selama makan bersama itulah mereka menjadi saling mengenal satu dengan yang lain. Keluarga Herlina dapat berlega hati karena mereka mendapatkan tetangga yang baik. Ternyata mengenal dan bergaul dengan orang lain itu penting juga ya? Alangkah bahagianya kita bila dapat mengenal dan berhubungan baik dengan semakin banyak orang. Bagaimana jadinya kalau Tuhan tidak mengenal kita karena kita tidak pernah mau menyapa Tuhan? Hidup kita pasti akan penuh kesusahan karena kita akan selalu diganggu oleh roh jahat dan tidak ada yang menolong kita.
            Eit, jangan salah lho, roh jahat saja mengenal siapa Yesus dan Yesuspun tahu siapa mereka. Bagaimana dengan kita, bila mengenalNya saja tidak, lantas bagaimana mungkin kita bisa hidup bersama Kristus? Marilah kita mengenal Kristus lebih dalam. Karena dengan mengenalNya, kita bisa bercerita banyak padaNya dan boleh merasakan kasihNya. Siapa saja yang selalu hidup bersama Yesus, seratus persen dijamin pasti akan selamat karena tak ada satu roh jahatpun yang berani mengganggu. (Sukirman)

29 Agustus 2011


29 Agustus 2011
Mrk.6:17-29 (Pw wafatnya S.Yohanes Pembaptis)
            Sebab sebelum itu Herodes telah menyuruh orang menangkap Yohanes, dan memasukkannya ke dalam penjara. Herodes berbuat begitu karena soal Herodias, istri saudaranya sendiri, yaitu Filipus. Sebab Herodes sudah mengawini Herodias, dan mengenai hal itu Yohanes sudah berulang-ulang menegur Herodes begini, "Tidak boleh engkau kawin dengan istri saudaramu itu!" Itulah sebabnya Herodias dendam kepada Yohanes dan ingin membunuh Yohanes, tetapi ia tidak dapat melakukan hal itu, karena dihalang-halangi oleh Herodes. Sebab Herodes telah menyuruh orang menjaga baik-baik keselamatan Yohanes di penjara, karena ia takut kepada Yohanes. Ia tahu Yohanes seorang yang baik yang diutus oleh Allah. Dan memang kalau Yohanes berbicara, Herodes suka juga mendengarkannya, meskipun ia menjadi gelisah sekali karenanya. Akhirnya Herodias mendapat kesempatan pada hari ulang tahun Herodes. Ketika itu Herodes mengadakan pesta untuk semua pejabat tinggi kerajaan, perwira-perwira dan tokoh-tokoh masyarakat Galilea. Di pesta itu anak gadis Herodias *anak gadis Herodias: beberapa naskah kuno: anak gadisnya (yaitu anak gadis Herodes) yang bernama Herodias.* menari, dan tariannya itu sangat menyenangkan hati Herodes serta tamu-tamunya. Maka Herodes berkata kepada gadis itu, "Engkau suka apa, minta saja. Aku akan memberikannya kepadamu!" Lalu Herodes berjanji kepada gadis itu dengan sumpah. Herodes berkata, "Apa saja yang engkau minta akan kuberikan, bahkan separuh dari kerajaanku sekalipun!" Maka gadis itu keluar dan bertanya kepada ibunya, "Ibu, apa sebaiknya yang harus saya minta?" Ibunya menjawab, "Mintalah kepala Yohanes Pembaptis." Gadis itu segera kembali kepada Herodes dan berkata, "Saya minta kepala Yohanes Pembaptis diberikan kepada saya sekarang ini juga di atas sebuah baki!" Mendengar permintaan itu Herodes sangat sedih. Tetapi ia tidak dapat menolak permintaan itu karena ia sudah bersumpah di hadapan para tamunya. Jadi ia langsung memerintahkan seorang pengawalnya mengambil kepala Yohanes Pembaptis. Maka prajurit itu pergi ke penjara, lalu memancung kepala Yohanes. Kemudian ia membawa kepala itu di atas baki dan menyerahkannya kepada gadis itu. Dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya. Ketika pengikut-pengikut Yohanes mendengar hal itu, mereka pergi mengambil jenazah Yohanes, lalu menguburkannya.

Sabaar.... Sabaar...
            Tuhan tahu kalau manusia itu mudah marah. Banyak utusan Tuhan yang diminta untuk selalu mengingatkan manusia supaya tidak mudah marah dan harus lebih banyak bersabar. Selain Yesus, kita juga mendapat banyak nasihat dari Kitab Suci tentang marah. Amarah tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah (bdk. Yak 1:20), tapi hanya membawa kepada kejahatan (bdk. Mzm 37:8). Oleh karena itu, bila kita sedang marah jangan disimpan terus dalam hati, kita sendiri harus bisa meredamnya. Seperti yang dikatakan Santo Paulus kepada jemaat di Efesus 4:26 “janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” Jika amarah itu terus disimpan dalam hati dapat menjadi dendam. Hal ini dapat kita lihat dari peristiwa Herodias yang menyimpan dendam kepada Yohanes. Karena ia tidak bisa menerima tegurannya, maka ketika ada kesempatan ia menyuruh anaknya untuk mengajukan satu permintaan kepada Herodes, yakni membunuh Yohanes. Nah, mulai sekarang kita belajar sabar yuk supaya semakin dicintai Tuhan. (Regina Solavita)

28 Agustus 2011


28 Agustus 2011
Mat 16:21-27 (Minggu Biasa XXII)
            Mulai dari saat itu, Yesus berkata terus terang kepada pengikut-pengikut-Nya, bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan mengalami banyak penderitaan dari pemimpin-pemimpin, imam-imam kepala dan guru-guru agama. Ia akan dibunuh, tetapi pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan kembali. Lalu Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia, katanya, "Mudah-mudahan Allah menjauhkan hal itu, Tuhan! Jangan sampai hal itu terjadi pada Tuhan!" Yesus menoleh lalu berkata kepada Petrus, "Pergi dari sini, Penggoda! Engkau menghalang-halangi Aku. Pikiranmu itu pikiran manusia; bukan pikiran Allah!" Kemudian Yesus berkata kepada pengikut-pengikut-Nya, "Orang yang mau mengikuti Aku, harus melupakan kepentingannya sendiri, memikul salibnya, dan terus mengikuti Aku. Sebab orang yang mau mempertahankan hidupnya, akan kehilangan hidupnya. Tetapi orang yang mengurbankan hidupnya untuk Aku, akan mendapatkannya. Apa untungnya bagi seseorang, kalau seluruh dunia ini menjadi miliknya tetapi ia kehilangan hidupnya? Dapatkah hidup itu ditukar dengan sesuatu? Tidak lama lagi Anak Manusia, bersama-sama dengan malaikat-malaikat-Nya akan datang dengan kuasa Bapa-Nya. Pada waktu itu Ia akan membalas tiap-tiap orang sesuai dengan perbuatannya.

Yesus, I Love You
Ketika Jonatan sedang asyik berbincang-bincang dengan teman-temannya, tiba-tiba datanglah Sigit sambil membawa sebatang kayu. Lebih mengagetkan lagi, ketika ia berceletuk, “Siapa yang mau menderita? Ayo sini aku pukul!” Mendengar perkataan Sigit yang terdengar aneh itu, Jonatan dan teman-temannya yang lain itu diam sambil memandanginya. “Dasar orang aneh! Kepalamu habis kebentur tembok ya? Atau jangan-jangan sarafmu ada yang putus?” Sahut Jonatan. “Yah, siapa tahu aja ada yang mau aku pukuli, hahaha...”kata Sigit, “Ah, sudah-sudah. Ini kan cuma selingan aja. Makanya, ngobrolnya jangan terlalu serius dong. Ini kan jam istirahat, jadi santai dikit ya.”
Bagaimana ya kalau pertanyaan Sigit itu ditujukan kepada kita, “apakah ada di antara kita yang mau menderita?” Tentu akan banyak di antara kita yang akan menjawab tidak mau bukan? Jadi, sebagai manusia, sikap Petrus pun sebenarnya sangat wajar bila ia berusaha mencegah Yesus untuk pergi ke Yerusalem setelah ia tahu kalau di Yerusalem nanti Yesus pasti akan menderita. Tapi, mengapa Yesus mau menjalani penderitaan itu? Pasti ada alasan yang sangat kuat! Karena penderitaan itulah satu-satunya jalan yang harus Ia tempuh untuk menyelamatkan kita. Jika Yesus tidak memiliki cinta yang sangat besar kepada kita, tentu saja Ia tidak akan mau melakukan semuanya itu. Karena cintaNya kepada kita itulah yang menjadikan Yesus mau mengalami semua penderitaan supaya kita dapat kembali bersatu dengan Allah di surga. Demi kita, Yesus rela mengorbankan hidupNya! Apa lagi yang mendorongNya untuk melakukan semua itu kalau bukan cinta?
Demikian juga kita. Jika kita memiliki cinta kepada Tuhan, tentu kita akan meniru Yesus dan rela menderita asal kita dapat terus hidup bersama denganNya. Kini kita telah tahu bahwa begitu dalamnya cinta Tuhan kepada kita, sampai Ia rela menderita. Lantas, apakah balasan kita terhadap cinta Tuhan? (Lambertina Masda Pratopo)

27 Agustus 2011


27 Agustus 2011
Luk.7:1-17 (Pw S. Monika)
            Setelah selesai mengatakan hal-hal itu kepada orang banyak, Yesus pergi ke Kapernaum. Di situ ada perwira Roma yang mempunyai hamba yang sangat dikasihinya. Hamba itu sakit dan hampir mati. Pada waktu perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa pemimpin orang Yahudi pergi kepada-Nya untuk minta supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya. Ketika sampai pada Yesus, orang-orang itu memohon dengan sangat supaya Ia menolong perwira itu. "Perwira ini layak ditolong oleh Bapak," kata mereka kepada Yesus, "sebab ia mengasihi bangsa kita dan sudah membangun rumah ibadat untuk kami." Maka Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Yesus hampir sampai di rumah itu, perwira itu mengutus kawan-kawannya kepada-Nya untuk mengatakan, "Tak usah Bapak bersusah-susah ke rumah saya. Saya tidak patut menerima Bapak di rumah saya. Itu sebabnya saya sendiri tidak berani menghadap Bapak. Jadi beri saja perintah supaya pelayan saya sembuh. Sebab saya pun tunduk kepada perintah atasan dan di bawah saya ada juga prajurit-prajurit yang harus tunduk pada perintah saya. Kalau saya menyuruh seorang prajurit, 'Pergi!' ia pun pergi; dan kalau saya mengatakan kepada yang lain, 'Mari sini!' ia pun datang. Dan kalau saya memerintahkan hamba saya, 'Buatlah ini!' ia pun membuatnya." Yesus heran mendengar itu. Ia menoleh dan berkata kepada orang banyak yang sedang mengikuti-Nya, "Bukan main orang ini. Di antara orang Israel pun belum pernah Aku menemukan iman sebesar ini!" Ketika orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah perwira itu, hamba itu sudah sembuh. Tidak lama kemudian, Yesus pergi ke kota Nain. Pengikut-pengikut-Nya dan orang banyak pergi bersama Dia. Waktu Yesus sampai di dekat pintu gerbang kota, orang-orang sedang mengantar jenazah ke luar kota. Yang meninggal adalah anak laki-laki, anak tunggal seorang janda. Banyak penduduk kota menyertai ibu itu. Ketika Tuhan Yesus melihat wanita itu, Ia kasihan kepadanya lalu berkata, "Jangan menangis, Ibu!" Kemudian Yesus mendekati usungan jenazah itu dan menjamahnya. Maka pengusung-pengusung berhenti. Yesus berkata, "Hai pemuda, Aku menyuruh engkau bangun!" Pemuda yang sudah mati itu, bangun duduk dan mulai berbicara. Maka Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang takut dan mulai memuji Allah. Mereka berkata, "Seorang nabi yang besar sudah muncul di tengah-tengah kita! Allah sudah datang untuk menyelamatkan umat-Nya!" Kabar tentang Yesus ini tersebar di seluruh Yudea dan di daerah sekitarnya.

Memimpin dengan Kasih
Ketika pelajaran agama, pak guru bertanya, “Siapakah yang memiliki kuasa untuk menghidupkan orang mati?” “Tuhan!” Jawab para murid. “Benarlah demikian. Hanya Tuhanlah yang memiliki kuasa untuk menghidupkan kembali orang mati. Kebenaran ini juga telah disaksikan dalam seluruh Kitab Suci.” Lalu pak guru membuka Kitab Ulangan 32:39 dan membacakannya kepada para murid, “Lihatlah sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorang pun tidak ada yang dapat melepaskan dari tangan-Ku.” Lalu kata pak guru, “Sekarang kita telah menyaksikan Yesus memiliki kuasa untuk menyembuhkan dan menghidupkan orang mati. Jika demikian siapakah Yesus sebenarnya?” “Tuhan!” Kembali jawab para murid. “Sekali lagi kalian benar. Yesus adalah Tuhan. Meski Ia adalah Tuhan yang memiliki kuasa yang begitu besar tapi Ia menggunakan kuasaNya itu atas dorongan belas kasih untuk menyelamatkan kita semua.” Ketika pak guru berhenti bicara sejenak, tiba-tiba Aloysius yang adalah ketua kelas itu bertanya, “apakah itu berarti saya yang dipercayai menjabat sebagai ketua kelas juga harus bersikap atas dorongan kasih seperti Tuhan Yesus, Pak?” “Tepat sekali. Sebagai ketua kelas kamupun harus menggunakan kekuasaan itu untuk mengatur kelas ini dengan dorongan kasih,” jawab pak guru. “Lalu bagaimana cara, Pak?” Kembali tanya Aloysius. “Pimpinlah teman-teman dengan kasih dan kesabaran, tidak sewenang-wenang atau memerintah mereka sesuka hatimu sendiri.” Kini Aloysius semakin mengerti bagaimana ia harus menjadi ketua kelas yang baik. Demikian juga kita, ketika kita dipercaya untuk menjadi pemimpin maka kita haruslah memimpin dengan kasih Tuhan. (Januar Jamon)

26 Agustus 2011


26 Agustus 2011
Mat 25:1-13
            Apabila Anak Manusia datang sebagai Tuhan, keadaannya seperti dalam perumpamaan ini: Sepuluh gadis pengiring pengantin masing-masing mengambil pelita, lalu pergi menyambut pengantin laki-laki. Lima orang dari mereka bodoh, dan lima yang lainnya bijaksana. Kelima gadis yang bodoh membawa pelita, tetapi tidak membawa minyak persediaan. Kelima gadis yang bijaksana membawa pelita bersama-sama dengan minyak persediaan. Pengantin laki-laki itu datang terlambat, jadi gadis-gadis itu mulai mengantuk lalu tertidur. Tengah malam, barulah terdengar suara teriakan, 'Pengantin laki-laki datang! Mari sambut dia!' Sepuluh gadis itu bangun, dan memasang pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh itu berkata kepada yang bijaksana, 'Berikanlah minyakmu sedikit kepada kami, sebab pelita kami sudah mau padam.' 'Tidak bisa!' jawab anak-anak gadis yang bijaksana itu, 'sebab nanti kita semua tidak punya cukup minyak. Pergilah beli di toko.' Maka gadis-gadis yang bodoh itu pergi membeli minyak. Sementara mereka pergi, tibalah pengantin laki-laki. Kelima gadis yang sudah siap itu masuk bersama-sama dengan pengantin laki-laki ke tempat pesta, dan pintu pun ditutup! Kemudian gadis-gadis yang lainnya itu tiba. Mereka berseru, 'Tuan, Tuan, bukakan pintu untuk kami.' Tetapi pengantin laki-laki itu menjawab, 'Aku tidak mengenal kalian!' "Lalu Yesus mengakhiri perumpamaan-Nya itu begini, "Oleh sebab itu berjaga-jagalah, sebab kalian tidak tahu harinya ataupun jamnya."

Hidup Dalam Doa
Setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah,Rika selalu diajak ayah dan ibu untuk turut misa harian di gereja. Meski rumah Rika agak jauh dari gereja, namun Rika merasa senang karena selain misa ia juga dapat berdoa bersama ayah dan ibu di gua Maria. Ia sangat bersyukur memiliki ayah dan ibu yang baik.
Pada satu kesempatan dalam perjalanan pulang dari gereja Rika bertanya kepada ayah, “Ayah, sebenarnya ingin tahu mengapa ayah dan ibu selalu mengajak Rika berdoa setiap pagi? Apa tidak cukup dilakukan pada waktu malam sebelum tidur saja jadi ayah juga tidak terburu-buru setiap kali hendak ke kantor?” Jawab ayah,”Rika, doa sebelum tidur itu sangat baik karena pada kesempatan itu kita bisa berserah diri dan mohon perlindungan Tuhan selama kita tidur di sepanjang malam. Tapi berdoa setiap pagi juga tidak kalah penting, sebelum melakukan semua kegiatan selama seharian penuh kita perlu menimba kekuatan dari Tuhan supaya kita senantiasa dimampukan untuk menyelesaikan semua pekerjaan dan tanggungjawab kita. Bahkan, bukan hanya dimampukan melainkan juga supaya semua hal yang telah kita lakukan selalu diberkati Tuhan.” Lagi kata ayah, “Setiap kali usai misa, ayah selalu merasakan adanya kekuatan baru dan kedamaian di hati, dengan begitu ayah merasa semakin mantap untuk memulai pekerjaan ayah. Apakah kamu juga tidak merasakan hal yang sama seperti yang ayah rasakan?” “Iya, ayah. Rika pun merasakan hal itu dan menjadi lebih bersemangat untuk belajar di sekolah.” Ternyata ibupun tak ingin ketinggalan dan ingin terlibat juga dalam pembicaraan itu, katanya, “Tapi, satu hal yang paling penting dari semua itu adalah pesan Tuhan Yesus sendiri, bahwa kita harus selalu berjaga-jaga di sepanjang hidup kita karena kita tidak pernah tahu kapan Tuhan akan memanggil kita. Salah satu cara berjaga-jaga itu adalah dengan rajin berdoa. Tapi kita juga tidak boleh lupa untuk selalu berbuat baik kepada semua orang yang kita jumpai setiap hari.” “Terima kasih, Tuhan. Engkau telah menganugerahkan bagiku ayah dan ibu yang baik.” kata Rika dalam hati.
 Betapa beruntungnya Rika memiliki ayah dan ibu yang selalu mengingatkannya untuk selalu berjaga-jaga dan hidup seturut kehendak Tuhan. Apakah kitapun selalu berjaga-jaga dengan rajin berdoa dan berbuat baik kepada semua orang yang kita jumpai seperti halnya keluarga Rika? (Mila Ananta)

Minggu, 21 Agustus 2011

25 Agustus 2011


25 Agustus 2011
Mat 24:42-51
            Jadi, waspadalah, sebab kalian tidak tahu kapan Tuhanmu akan datang. Ingatlah ini! Seandainya tuan rumah tahu jam berapa di malam hari pencuri akan datang, ia tidak akan tidur, supaya pencuri tidak masuk ke dalam rumahnya. Sebab itu, kalian juga harus bersiap-siap. Karena Anak Manusia akan datang pada saat yang tidak kalian sangka-sangka." Kata Yesus lagi, "Kalau begitu, pelayan yang manakah yang setia dan bijaksana? Dialah yang diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas pelayan-pelayan lain, supaya ia memberi mereka makan pada waktunya. Alangkah bahagianya pelayan itu apabila tuannya kembali, dan mendapati dia sedang melakukan tugasnya. Percayalah, tuan itu akan mempercayakan segala hartanya kepada pelayan itu. Tetapi kalau pelayan itu jahat, ia akan berkata dalam hatinya, 'Tuan saya masih lama baru kembali,' lalu ia mulai memukul pelayan-pelayan yang lain, dan makan minum dengan orang-orang pemabuk. Kemudian tuannya akan kembali pada hari dan jam yang tidak disangka-sangka. Maka pelayan itu akan dihajar habis-habisan oleh tuannya, dan dibuang ke tempat orang-orang munafik. Mereka akan menangis dan menderita di sana."

Kesetiaan Membuahkan Kebahagiaan
Sudah beberapa hari belakangan ini Mardi selalu membantu pak koster setiap kali ia sedang merapikan sakristi atau menyapu ruangan dalam gereja. Pak Koster sangat senang menerima bantuan Mardi dan ia tahu bahwa Mardi adalah anak yang baik. Namun demikian, pak koster masih ingin menguji kejujuran dan kebaikan Mardi. Suatu hari, ketika melihat Mardi sedang berjalan menuju sakristi, pak koster mencoba meletakkan selembar uang di bawah alba Romo. Sesudah itu, ia segera keluar meninggalkan tempat itu dan menemui Mardi. “Mardi, kalau mau membantu saya tolong kamu lipatkan alba itu saja dulu ya. Saya mau membersihkan halaman depan gereja terlebih dahulu.” Kata pak koster. “Tenang, Pak. Pasti akan saya lakukan dengan senang hati!” Kata Mardi bersemangat.
Ketika Pak Koster masih sibuk menyapu di teras depan gereja, tiba-tiba Mardi menghampirinya dan berkata padanya, “Maaf, Pak. Saat saya mau melipat alba Romo, ternyata saya melihat uang lima ribu ini terjatuh di dekat khaki saya. Mungkin ini uang milik Romo, kalau tidak keberatan saya minta tolong bapak saja untuk mengembalikannya pada Romo.” Pak Koster senang mengetahui kejujuran Mardi, lalu katanya, “Tidak, Mardi. Uang itu untuk kamu sebagai upah dari kejujuranmu. Bawalah uang itu dan gunakan dengan bijaksana ya.”  Sambil tersenyum bahagia, Mardi pun kembali melanjutkan pekerjaannya untuk membantu Pak Koster. Rupanya, peristiwa itu diketahui Romo yang sebenarnya sejak tadi sedang mengamati mereka dari halaman pastoran. Romopun sangat senang sekaligus terharu melihat keduanya, “Mereka memang dua orang yang sama-sama baik.” Kata Romo dalam hati. Beberapa saat kemudian, setelah mereka menyelesaikan pekerjaan itu Romo memanggil mereka dan mengajak makan bersama di rumah makan sederhana yang letaknya tidak jauh dari gereja tersebut. Hari itu sungguh-sungguh menjadi hari yang sangat membahagiakan bagi mereka. Mereka memang layak menerima upah dari kebaikan dan kesetiaan mereka.Apakah kita juga telah bersikap jujur dan setia melayani Tuhan, baik dalam hidup doa maupun dalam kehidupan sehari-hari bersama teman-teman dan banyak orang? (Tarina Handayani)

24 Agustus 2011


24 Agustus 2011
Yoh. 1:45-51 (Pesta S.Bartolomeus)
            Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya, "Kami sudah menemukan orang yang disebut oleh Musa dalam Buku Hukum Allah, dan yang diwartakan oleh nabi-nabi. Dia itu Yesus dari Nazaret, anak Yusuf." Tetapi Natanael menjawab, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" "Mari lihat sendiri," jawab Filipus. Yesus melihat Natanael datang, lalu berkata tentang dia, "Lihat, itu orang Israel sejati. Tak ada kepalsuan padanya." "Bagaimana Bapak mengenal saya?" tanya Natanael kepada Yesus. Yesus menjawab, "Sebelum Filipus memanggilmu, Aku sudah melihat engkau di bawah pohon ara itu." "Bapak Guru," kata Natanael, "Bapak adalah Anak Allah! Bapaklah Raja bangsa Israel!" Yesus berkata, "Engkau percaya, hanya karena Aku mengatakan bahwa Aku sudah melihat engkau di bawah pohon ara itu? Hal-hal yang jauh lebih besar dari itu akan kaulihat!" Kata Yesus pula, "Sungguh, percayalah, engkau akan melihat langit terbuka, dan malaikat-malaikat Allah naik turun pada Anak Manusia.”

Imanpun Butuh Akal Budi
Sudah lama Rinto tidak bermain ke rumah Tarman. Maka, setelah pulang dari sekolah ini ia ingin main ke sana. Karena jarak rumahnya agak jauh, Rinto memutuskan untuk bersepeda. Sesampainya di rumah Tarman, ia dikenalkan dengan Bardi. Tak lama kemudian mereka pun saling terlibat percakapan dan Bardi bilang ingin meminjam sepeda Rinto sebentar untuk membeli makanan ringan sebagai teman ngobrol mereka. Maka, Rintopun langsung mengizinkan Bardi membawanya. Namun sampai hari menjelang sore ternyata Bardi tidak kembali juga. Lalu Rintopun menanyakan kepada Tarman tentang siapa sebenarnya Bardi dan Tarmanpun mengatakan bahwa ia sendiri baru saja kenal dengan Bardi selama dalam perjalanannya pulang dari sekolah tadi siang. Akhirnya Rinto sadar bahwa ia telah tertipu dan sepedanya telah dibawa kabur oleh orang yang mengaku bernama Bardi tersebut. Celaka!
Natanael yang mulanya tidak percaya pada Yesus kemudian menjadi percaya kepadaNya begitu saja setelah mendengar perkataanNya. Sikap Natanael ini juga bukan tidak mungkin untuk tidak terjadi pada kita. Seringkali kita sulit percaya pada sesuatu hal bila belum melihat sendiri kenyataan itu, atau sebaliknya kita sangat mudah percaya pada sesuatu hal yang belum pasti tentang kebenarannya. Kedua sikap ini dapat terjadi pada kita jika kita menanggapi segala sesuatunya secara berlebihan dan tidak berhati-hati. Lantas kita harus bagaimana? Iman tidak pernah lepas dari akal budi, dalam beriman kita juga membutuhkan pengetahuan yang cukup. Sebab, baik iman maupun akal budi sama-sama merupakan anugerah Tuhan yang harus kita gunakan secara seimbang supaya tidak mudah disesatkan oleh orang lain. Hal ini juga diungkapkan dalam Efesus 4:12-14 bahwa Tuhan ”memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan.” Nah, apakah kita juga telah sungguh-sungguh mengenal Yesus dan mengerti apa yang kita imani selama ini? (Ristianti Surya Praja)

23 Agustus 2011


23 Agustus 2011
Mat 23:23-26
            Celakalah kalian guru-guru agama dan orang-orang Farisi! Kalian tukang berpura-pura. Rempah-rempah seperti selasih, adas manis, dan jintan pun, kalian beri sepersepuluhnya kepada Tuhan. Padahal hal-hal yang terpenting dalam hukum-hukum agama, seperti misalnya: Keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan, tidak kalian hiraukan. Padahal itulah yang seharusnya kalian lakukan, tanpa melalaikan yang lain-lainnya juga. Kalian pemimpin-pemimpin yang buta! Lalat dalam minumanmu kalian saring, padahal unta kalian telan! Celakalah kalian guru-guru agama dan orang-orang Farisi! Kalian tukang berpura-pura! Mangkuk-mangkuk dan piring-piringmu kalian cuci bersih-bersih bagian luarnya, padahal bagian dalamnya kotor sekali dengan hal-hal yang kalian dapat dengan kekerasan dan keserakahan. Farisi buta! Cucilah dahulu bersih-bersih bagian dalam dari mangkuk-mangkuk dan piring-piringmu, supaya bagian luarnya menjadi bersih juga!

Tindakan Sepele Berakibat Buruk
            Mengingat besok akan ada ulangan matematika, maka sepulang sekolah Yudit, Eli, dan Indri berkumpul di rumah Dina untuk belajar bersama. Ketika baru saja berkumpul, Eli mengusulkan kepada teman-temannya itu, katanya, ”Teman-teman, bagaimana kalau kita belajar sambil makan rujak buah?” “Wah, pasti lebih asyik tuh.” sahut Yudit. “Kalau begitu, tidak perlu menunggu lebih lama lagi. Ayo kita segera ke pasar beli buah dulu.” timpal Indri. Tapi kata Dina, “Bagaimana kalau kita bagi tugas aja? Yudit dan Indri beli buah ke pasar, aku dan Eli menyiapkan bumbu sambalnya?” “Bagus juga tuh. Iya, gitu aja dah yah biar lebih cepat.” kata Eli. Lalu Yudi dan Indripun segera berangkat ke pasar.
            Setelah beberapa waktu kemudian, Yudit dan Indri telah kembali sambil membawa sekeranjang aneka buah. Sementara yang sedari tadi dibuat oleh Dina dan Eli juga telah siap. Maka merekapun segera menyantap rujak buah itu sambil berbagi cerita. Lama kelamaan percakapan mereka bergeser dan mulai membicarakan keburukan guru matematika mereka sampai akhirnya Yudit, Eli, Indri, dan Dina pun larut dalam perbincangan yang serasa mengasyikkan itu dan tidak jadi belajar bersama.
            Karena keasyikan makan rujak dan bergosip ria, mereka telah melupakan tujuan utama mereka berkumpul yang sebenarnya untuk belajar bersama. Tentu saja tindakan Yudit, Eli, Indri, dan Dina itu tidak baik dan tidak patut kita tiru. Apalagi mereka bukan saja mengabaikan tugas utama mereka untuk belajar, melainkan juga telah mengabaikan ajaran kasih Tuhan. Lho? Apa kaitannya dengan ajaran kasih Tuhan? Tentu saja ada kaitannya, bukankah membicarakan keburukan orang lain itu tidak melanggar ajaran kasih Tuhan? Sebab membicarakan keburukan orang lain dapat menimbulkan kebencian dan amarah pada orang lain, bahkan dapat melahirkan pertengkaran, sampai akhirnya berujung pada dosa. Sepertinya apa yang mereka lakukan itu sepele, tapi ternyata dapat berakibat sangat buruk, bukan? Apakah kitapun sering bersikap seperti mereka? Jika iya, mulai sekarang kita belajar untuk memperbaiki sikap kita yuk. (Eleniora)

Rabu, 17 Agustus 2011

22 Agustus 2011


22 Agustus 2011
Mat. 23:13-22 (Pw SP Maria, Ratu)
            "Celakalah kalian guru-guru agama dan orang-orang Farisi! Kalian tukang berpura-pura. Kalian menghalangi orang untuk menjadi anggota umat Allah. Kalian sendiri tidak mau menjadi anggota umat Allah, dan orang lain yang mau, kalian rintangi.    [Celakalah kalian guru-guru agama dan orang-orang Farisi: Kalian tukang berpura-pura. Kalian menipu janda-janda dan merampas rumahnya dan untuk menutupi kejahatan itu kalian berdoa panjang-panjang. Itu sebabnya hukuman kalian nanti berat! ] Celakalah kalian guru-guru agama dan orang-orang Farisi! Kalian tukang berpura-pura! Kalian pergi jauh-jauh menyeberang lautan, dan menjelajahi daratan hanya untuk membuat satu orang masuk agamamu. Dan sesudah orang itu masuk agamamu, kalian membuat dia calon neraka yang dua kali lebih jahat daripada kalian sendiri! Celakalah kalian pemimpin-pemimpin yang buta! Kalian mengajarkan ini, 'Kalau orang bersumpah demi Rumah Tuhan, orang itu tidak terikat pada sumpahnya; tetapi kalau ia bersumpah demi emas di dalam Rumah Tuhan, ia terikat pada sumpahnya itu.' Kalian orang-orang bodoh yang buta! Mana yang lebih penting: emasnya, atau Rumah Tuhan yang menjadikan emas itu suci? Kalian mengajarkan ini juga, 'Kalau seorang bersumpah demi mezbah, orang itu tidak terikat oleh sumpahnya; tetapi kalau ia bersumpah demi persembahan di atas mezbah itu, ia terikat oleh sumpahnya itu.' Alangkah butanya kalian! Mana yang lebih penting? Persembahannya atau mezbah yang menjadikan persembahan itu suci? Sebab itu, kalau seorang bersumpah demi mezbah, itu berarti ia bersumpah demi mezbah, dan demi semua persembahan yang ada di atasnya. Dan kalau seorang bersumpah demi Rumah Tuhan, itu berarti ia bersumpah demi Rumah Tuhan itu, dan demi Allah yang tinggal di situ. Dan kalau seorang bersumpah demi surga, itu berarti ia bersumpah demi takhta Tuhan, dan demi Allah yang duduk di takhta itu.

Kerendahan Hati Bunda Maria
            Ketika Aryanto sedang asyik nongkrong di gardu bersama teman-temannya, ia melihat Anggoro yang sedang berjalan seorang diri. Lalu Aryanto berusaha menghadang Anggoro, ”Mau kemana kamu?” tanya Aryanto singkat. Lalu jawab Anggoro, “aku mau misa di gereja.” “Apa kamu tidak tahu aturan yang berlaku di sini?” tanya Aryanto. “Aturan apa ya?” Anggoro balik bertanya. “Jangan berlagak blo’on kamu ya!” bentak Aryanto, “Semua orang yang lewat sini wajib membayar pajak jalan! Tahu!” Kembali katanya,”Kamu mau ke gereja kan?! Pasti kamu bawa uang, mana?!!” Jawab Anggoro,”Tapi uang ini kan akan kugunakan untuk kolekte.” “Ah, kolekte-kolekte! Gak usah sok suci kamu! Udah, cepat! Mana uangnya?!!” bentak Aryanto sambil mencoba menggeledah saku Anggoro. Sementara itu, Anggoro sendiri tidak berani berbuat apa-apa lagi kecuali diam terpaku diperlakukan kasar oleh Aryanto dan teman-temannya yang lain.
            Betapa jahatnya perbuatan Aryanto! Sudah tidak ke gereja, malah merampas uang Anggoro yang sedianya akan dipersembahkan sebagai kolekte. Sikap Aryanto ini tidak beda jauh dengan sikap orang-orang Farisi. Mereka sendiri tidak mau menjadi umat Allah, masih juga menghalang-halangi orang lain yang mau menjadi umat Allah. Namun demikian mereka tetap ingin selalu dihormati dengan menyebut diri mereka sebagai guru dan memaksa orang lain untuk menuruti perkataan mereka. Janganlah ada di antara kita yang meniru sikap mereka yang jahat dan sombong seperti itu. Ingatlah, bahwa Tuhan selalu melihat semua perbuatan kita dan Ia akan melempar orang-orang yang meninggikan diri ke tempat yang paling rendah. Oleh karena itu, mari kita senantiasa mengingat dan mengikuti teladan Bunda Maria yang selalu merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. (Lusia Martani Winata)

21 Agustus 2011


21 Agustus 2011
Mat 16:13-20 (Minggu Biasa XXI)
            Yesus pergi ke daerah dekat kota Kaisarea Filipi. Di situ Ia bertanya kepada pengikut-pengikut-Nya, "Menurut kata orang, Anak Manusia itu siapa?" Pengikut-pengikut-Nya menjawab, "Ada yang berkata Yohanes Pembaptis. Ada juga yang berkata Elia. Yang lain lagi berkata Yeremia, atau salah seorang nabi." "Tetapi menurut kalian sendiri, Aku ini siapa?" tanya Yesus kepada mereka. Simon Petrus menjawab, "Bapak adalah Raja Penyelamat, Anak Allah Yang Hidup." "Beruntung sekali engkau, Simon anak Yona!" kata Yesus. "Sebab bukannya manusia yang memberitahukan hal itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. Sebab itu ketahuilah, engkau adalah Petrus, batu yang kuat. Dan di atas alas batu inilah Aku akan membangun gereja-Ku, yang tidak dapat dikalahkan; sekalipun oleh maut! Aku akan memberikan kepadamu kunci dari Dunia Baru Allah. Apa yang engkau larang di atas bumi, juga dilarang di surga. Dan apa yang engkau benarkan di atas bumi, juga dibenarkan di surga." Setelah itu Yesus mengingatkan pengikut-pengikut-Nya supaya mereka tidak memberitahukan kepada siapa pun bahwa Dialah Raja Penyelamat.

Kuasa Gereja
Suatu hari Karmanto bertanya kepada Romo, “Romo, kenapa ya kalau orang Katolik itu harus mengaku dosa kepada Romo? Bukankah mengaku dosa secara langsung kepada Tuhan lewat doa saja sudah cukup? Tidakkah justru aneh, kalau bisa langsung mengapa mesti lewat perantara?” Romo pun menjelaskan kepada Karmanto, “Melakukan dua-duanya adalah yang terbaik. Selain mengaku dosa secara langsung kepada Tuhan dalam doa pribadi, kita juga perlu mengaku dosa melalui pastor. Mengapa demikian? Karena Tuhan Yesus sendiri yang telah menyerahkan kuasaNya untuk mengampuni itu kepada Gereja yang didirikanNya di atas “batu yang kuat” yakni Santo Petrus. Gereja Santo Petrus inilah yang memiliki kuasa itu, sebab Yesus sendirilah yang telah mengatakan bahwa apa yang engkau larang di atas bumi, juga dilarang di surga dan apa yang engkau benarkan di atas bumi, juga dibenarkan di surga. Para pastor memiliki kuasa itu karena mereka adalah para penerus Santo Petrus yang telah dilimpahi warisan kuasa itu sampai sekarang, bahkan kuasa itu akan terus ada sampai akhir zaman.” “Jadi begitu ya Romo? Kalau Romo mengampuni saya dalam Sakramen pengakuan dosa, berarti Tuhan juga telah mengampuni dosa-dosa saya?” tanya Karmanto untuk menegaskan penjelasan Romo. “Tentu saja.” jawab Romo singkat sambil mengulas senyum.
Betapa besarnya kuasa yang diserahkan Tuhan Yesus kepada Gereja Santo Petrus. Oleh karena itu, mari kita semakin bersyukur telah menjadi orang-orang pilihan yang merupakan bagian dari keluarga Tuhan dalam Gereja Katolik dan semakin berteguh hati untuk tetap setia di dalamnya. (Katalina)

20 Agustus 2011


20 Agustus 2011
Mat 23:1-12
            Lalu Yesus berkata kepada orang banyak dan kepada pengikut-pengikut-Nya, "Guru-guru agama dan orang-orang Farisi mendapat kekuasaan untuk menafsirkan hukum Musa. Sebab itu taati dan turutilah semuanya yang mereka perintahkan. Tetapi jangan melakukan apa yang mereka lakukan, sebab mereka tidak menjalankan apa yang mereka ajarkan. Mereka menuntut hal-hal yang sulit dan memberi peraturan-peraturan yang berat, tetapi sedikit pun mereka tidak menolong orang menjalankannya. Semua yang mereka lakukan hanyalah untuk dilihat orang saja. Mereka sengaja memakai tali sembahyang yang lebar-lebar dan memanjangkan rumbai-rumbai jubah mereka! Mereka suka tempat yang terbaik pada pesta-pesta, dan kursi istimewa di rumah-rumah ibadat. Mereka senang dihormati orang di pasar-pasar, dan dipanggil 'Bapak Guru'. Tetapi kalian, janganlah mau dipanggil 'Bapak Guru', sebab Gurumu hanya ada satu dan kalian semua bersaudara. Dan janganlah kalian memanggil seorang pun di dunia ini 'Bapak', sebab Bapakmu hanya satu, yaitu Bapa yang di surga. Dan janganlah kalian mau dipanggil 'Pemimpin', sebab pemimpinmu hanya ada satu, yaitu Raja Penyelamat yang dijanjikan oleh Allah. Orang yang terbesar di antara kalian, haruslah menjadi pelayanmu. Orang yang meninggikan dirinya akan direndahkan, dan orang yang merendahkan dirinya akan ditinggikan."

Hidup Tanpa Tipu Daya
Brian telah mengenal Jodi sejak pertama masuk sekolah. Mulanya Brian mengira Jodi adalah anak yang benar-benar baik, sebab setiap kali bersama Jodi selalu menasihati Brian dan menuntutnya untuk menjadi anak yang baik serta setia kawan. Tapi, lama-kelamaan Brian mengetahui sifat asli Jodi yang ternyata selama ini ia hanya ingin memanfaatkan dirinya. Kini Brian semakin mengerti maksud di balik semua perkataan Jodi yang memintanya untuk setia kawan, bahwa setiap jam istirahat sekolah Jodi hanya ingin ditraktir jajan di kantin. Ternyata, Jodi tidak benar-benar bermaksud ingin berteman baik dengannya dan semua perkataannya yang terdengar baik itu hanyalah bagian dari tipu muslihatnya belaka. Karena kecewa dengan sikap Jodi, akhirnya Brian tidak mau bergaul lagi dengan Jodi.
Sikap Jodi yang penuh kepura-puraan itu lambat laun ketahuan juga oleh Brian dan kini tak ada seorang temanpun yang mau bergaul dengannya. Memang demikianlah adanya, bahwa baik atau buruknya seseorang pasti akan teruji oleh waktu. Siapapun orangnya, bila ia hanya baik dalam kata-kata tapi buruk dalam perbuatannya, lama-kelamaan orang lain pun akan mengetahuinya juga.Bagaimanapun, sikap palsu dan penuh kepura-puraan itu tidak akan pernah dapat bertahan lama. Dan seseorang yang bersikap palsu demikian, sebenarnya ia sendiri tidak pernah merasakan ketenteraman dalam hatinya. Tuhan tidak menyukai kepalsuan, tapi Ia jauh lebih menghargai orang yang tulus dan rendah hati. Orang yang berhati tulus tidak berlaku menyimpang, segala perbuatannya sesuai dengan apa yang dikatakannya dan semua yang dikatakannya adalah apa yang ia perbuat. Ia tidak berhati serong dan tidak pula bercabang lidah. Ia melakukan segala perbuatan baik bukan karena ingin dipuji orang lain, melainkan karena ia sungguh-sungguh tulus ingin berbuat baik dan mau setia menaati perintah Tuhan. Orang yang tulus seperti ini pastilah akan disayangi juga oleh banyak teman. Apakah kita tulus berteman dan berbuat baik dengan sesama kita? Ataukah kita punya maksud buruk di balik sikap baik kita? (Ruslan Sumantoro)

19 Agustus 2011


19 Agustus 2011
Mat 22:34-40
            Pada waktu orang-orang Farisi mendengar bahwa Yesus sudah membuat orang-orang Saduki tidak bisa berkata apa-apa lagi, mereka berkumpul. Seorang dari mereka, yaitu seorang guru agama, mencoba menjebak Yesus dengan suatu pertanyaan. "Bapak Guru," katanya, "perintah manakah yang paling utama di dalam hukum agama?" Yesus menjawab, "Cintailah Tuhan Allahmu dengan sepenuh hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan seluruh akalmu. Itulah perintah yang terutama dan terpenting! Perintah kedua sama dengan yang pertama itu: Cintailah sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri. Seluruh hukum agama yang diberikan oleh Musa dan ajaran para nabi berdasar pada kedua perintah itu.”

Mencintai Tanpa Kepura-puraan
            Ariston sangat rajin misa di gereja. Demikian pula usai misa, ia terlihat rajin mengunjungi pastoran. Di pastoran pun ia sangat rajin membantu koster. Romo sangat senang melihat sikap Ariston itu dan sering memujinya. Semakin hari Ariston menjadi terlihat semakin aktif mengikuti kegiatan Gereja. Ia senang melakukan semuanya itu, karena menjadikannya semakin sering mendapat pujian dari Romo.
            Tak disangka, sikap Ariston yang tampaknya baik itu hanya ia lakukan di gereja dan di hadapan Romo. Namun, dalam pergaulan dengan sesama temannya justru bersikap sebaliknya, ia lebih suka memandang rendah teman-temannya dan menganggap mereka tidak lebih baik dari dirinya. Ia lebih sering memerintah teman daripada mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawab bersama. Lebih buruk lagi, apa saja yang dilakukan teman-temannya selalu saja dinilainya salah dan akibatnya ia lebih sering marah-marah pada teman-temannya yang selalu dianggapnya buruk.
            Sebenarnya Ariston dapat menjadi anak yang baik, karena telah terbukti bahwa sesungguhnya ia bisa melakukan semua pekerjaan baik di gereja. Tapi karena ia tidak tulus hati, maka semua kebaikan yang ia lakukan itu justru menjerumuskan dirinya pada kemunafikan dan hanya mau melakukan perbuatan baik karena ingin dipuji. Oleh karena itu, Ariston masih harus belajar memperbaiki diri lagi. Rajin berkegiatan di gereja sangat baik, tapi jika itu dilakukan hanya karena ingin dipuji dan dianggap sebagai bukti cinta kepada Tuhan, tentu hal itu adalah kesalahan besar. Tuhan lebih menyayangi orang yang tulus hati, orang yang mencintai Tuhan dengan sepenuh hati, dan mengasihi sesama seperti mencintai diri sendiri. Tidak ada cinta kepada Tuhan tanpa cinta kepada sesama dan jika ada orang yang mengaku mencintai Tuhan tapi ia tidak mencintai sesamanya, jangan dengarkan dia sebab orang itu sedang membual. Bagaimanakah dengan kita? Apakah kita telah mencintai Tuhan dan sesama dengan tulus hati dan tanpa pura-pura? (Lianita)

Minggu, 14 Agustus 2011

18 Agustus 2011


18 Agustus 2011
Mat 22:1-14
            Yesus berbicara lagi kepada orang banyak dengan memakai perumpamaan, kata-Nya, "Apabila Allah memerintah, keadaannya seperti perumpamaan ini: Seorang raja mengadakan pesta kawin untuk putranya. Raja itu menyuruh pelayan-pelayannya pergi menjemput orang-orang yang diundang ke pesta itu. Tetapi para undangan itu tidak mau datang. Kemudian raja itu mengutus lagi pelayan-pelayannya yang lain. Katanya kepada mereka: 'Beritahukan kepada para undangan itu: Hidangan pesta sudah siap. Sapi, dan anak-anak sapi saya yang terbaik sudah disembelih. Semuanya sudah siap. Silakan datang ke pesta kawin!' Tetapi tamu-tamu yang diundang itu tidak menghiraukannya. Mereka pergi ke pekerjaannya masing-masing -- yang seorang ke ladangnya, yang lainnya ke perusahaannya; dan yang lainnya pula menangkap pelayan-pelayan raja itu, lalu memukul dan membunuh mereka. Waktu raja itu mendengar hal itu, ia marah sekali. Ia mengirim tentaranya untuk membunuh pembunuh-pembunuh itu, dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia memanggil pelayan-pelayannya, lalu berkata, 'Pesta kawin sudah siap, tetapi para undangan tidak layak. Pergilah sekarang ke jalan-jalan raya, dan undanglah sebanyak mungkin orang ke pesta kawin ini.' Maka pelayan-pelayan itu pun pergilah. Mereka pergi ke jalan-jalan raya lalu mengumpulkan semua orang yang mereka jumpai di sana, yang baik maupun yang jahat. Maka penuhlah ruangan pesta kawin itu dengan tamu-tamu. Kemudian raja itu masuk untuk melihat-lihat para tamu. Ia melihat ada seorang di pesta itu yang tidak memakai pakaian pesta. Lalu ia bertanya kepada orang itu, 'Kawan, bagaimanakah engkau bisa masuk ke sini tanpa memakai pakaian pesta?' Orang itu tidak dapat mengatakan apa-apa. Lalu raja itu berkata kepada pelayan-pelayannya, 'Ikat kaki dan tangan orang ini, dan buang dia ke luar ke tempat yang gelap. Di sana akan ada tangis dan derita.' "Lalu Yesus mengakhiri perumpamaan itu begini, "Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit saja yang terpilih.”

Berikan Yang Terbaik Untuk Tuhan
            Sudah beberapa minggu ini Yongki tidak mengikuti misa di gereja. Setiap kali diajak misa oleh ayah dan ibu, ia selalu punya alasan untuk menolaknya. Namun, lama kelamaan ayah merasa tidak bisa lagi membiarkan Yongki terus-menerus lebih suka menyibukkan dirinya sendiri dengan segala macam kegiatan sampai melupakan Tuhan. Maka, pada hari Minggu berikutnya ayah memintanya ikut misa dan jika tidak menurut maka ayah akan melarangnya mengikuti kegiatan apapun. Akhirnya Yongki mau menuruti permintaan ayah. Namun ketika hendak berangkat misa, ayah melihat Yongki hanya memakai kaos oblong ala kadarnya dan tidak berusaha berpakaian rapi. Ayah sangat prihatin melihat sikap Yongki yang acuh tak acuh demikian. Lantas, ayah mencoba mendekati Yongki dan berkata padanya, ‘Yongki, jika ke tempat pesta ulang tahun temanmu saja kamu bisa berdandan rapi, mengapa datang ke Perjamuan Tuhan kamu tidak berpakaian yang lebih baik?’ lanjutnya, ‘Ingatlah bahwa Tuhan adalah yang memberi kita hidup dan seluruh hidup kita ini sepenuhnya bergantung kepadaNya. Bayangkan jika Tuhan juga bersikap seenaknya dan tidak mau memedulikan kita, pasti hidup kita akan menderita.’
            Ayah memang benar. Apapun yang kita lakukan, kita harus selalu mendahulukan Tuhan dan setiap kali datang misa untuk memenuhi undangan Perjamuan Tuhan kita harus selalu memakain pakaian yang baik dan sopan. Apakah selama ini kita telah berusaha berpakaian pantas ketika misa di gereja? Ingatlah, Tuhan tidak pernah mau menerima pemberian diri yang setengah-setengah, Ia menuntut kita harus selalu siap menerima undanganNya dan kita harus memberikan yang terbaik kepadaNya, sebab Iapun telah memberikan yang terbaik. (Hanatika)