Kamis, 04 Agustus 2011

12 Agustus 2011

12 Agustus 2011
Mat 19:3-12
            Lalu orang-orang Farisi datang untuk menjebak Dia. Mereka bertanya, "Menurut hukum agama kita, apakah boleh orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?" Yesus menjawab, "Apakah kalian belum membaca dalam Alkitab bahwa Pencipta yang membuat manusia, pada mulanya membuat mereka laki-laki dan wanita? Dan sesudah itu Ia berkata, 'Itu sebabnya laki-laki meninggalkan ibu bapaknya dan bersatu dengan istrinya, maka keduanya menjadi satu.' Jadi mereka bukan lagi dua orang, tetapi satu. Itu sebabnya apa yang sudah disatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia." Lalu orang-orang Farisi bertanya kepada-Nya, "Kalau begitu mengapa Musa menyuruh orang memberi surat cerai kepada istri yang diceraikannya?" Yesus menjawab, "Musa mengizinkan kalian menceraikan istrimu sebab kalian terlalu susah diajar. Tetapi sebenarnya bukan begitu pada mulanya. Jadi, dengarlah ini: Siapa menceraikan istrinya -- padahal wanita itu tidak menyeleweng -- kemudian kawin lagi dengan wanita yang lain, orang itu berzinah." Maka pengikut-pengikut Yesus berkata kepada-Nya, "Kalau soal hubungan suami istri adalah seperti itu, lebih baik tidak usah kawin." Yesus menjawab, "Tidak semua orang bisa menerima kata-kata itu, hanya orang-orang yang sudah ditentukan oleh Allah. Karena ada orang yang tidak dapat kawin, sebab mereka memang lahir begitu. Ada juga yang tidak dapat kawin sebab ia dibuat begitu oleh orang lain. Dan ada pula yang memilih sendiri untuk tidak kawin, supaya dapat melayani Allah. Orang yang sanggup menerima pengajaran ini, biarlah ia menerimanya."

Hidup Untuk Tuhan
            Usai misa, Riki mampir ke pastoran seperti kebiasaan yang telah ia lakukan selama ini. Ia senang mengunjungi pastoran, karena setiap kali mengunjungi Romo ia selalu mendapatkan nasihat dan pengetahuan baru yang sangat berguna untuk mendewasakan dirinya. Saat bertemu Romo, Riki bertanya, ‘Romo, Romo dan Pendeta itu kan sama-sama melayani Tuhan, tapi kenapa Romo tidak boleh menikah sedangkan pendeta boleh?’ Mendengar pertanyaan Riki, Romo tersenyum sejenak lalu mencoba menjelaskan,’Dulu, para pastor pernah diperbolehkan menikah. Tapi, seringkali justru sering terjadi benturan kepentingan. Seperti halnya, ketika ada umat yang sedang membutuhkan pelayanannya, pada saat yang sama anaknya yang sakit keras. Maka, mau tidak mau ia harus merawat anaknya terlebih dahulu. Nah, jika kejadian seperti ini terus berlangsung, tentu sangat mengganggu pelayanannya kepada umat. Selain itu, tidak jarang juga di antara mereka yang justru lebih banyak memperhatikan kepentingan keluarganya dan memperkaya dirinya sendiri. Hal ini tentu saja karena berkaitan dengan kebutuhan keluarganya.
            Belajar dari pengalaman itulah, maka pada abad IV, Gereja membuat kebijakan baru untuk kembali kepada aturan awal, bahwa para pastor sebaiknya tidak menikah supaya dapat melayani umat secara total. Terlebih lagi, karena Gereja ingin meneladani hidup Yesus Kristus sendiri yang juga tidak menikah. Meski ini merupakan aturan Gereja, namun tidak bersifat memaksa. Artinya, bahwa siapa saja yang ingin menjadi pastor, sejak awal ia harus menyadari konsekuensi ini dan rela untuk hidup wadat. Sebaliknya, jika ia tidak mau menerima aturan ini dan ingin menikah saja, maka sebaiknya ia keluar sebelum ditahbiskan. Bagaimana denganmu, kamu ingin melayani Tuhan dengan menjadi pastor yang siap tidak menikah atau ingin melayani Tuhan dalam hidup berkeluarga. Satu hal yang paling penting adalah, bahwa menikah atau tidak itu bukanlah yang utama, apapun jalan hidup yang kita tempuh haruslah selalu kita persembahkan kepada Tuhan. (Christophorus Napoleon)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar