Kamis, 28 Juli 2011

5 Agustus 2011

Mat 16:24-28
            Kemudian Yesus berkata kepada pengikut-pengikut-Nya, "Orang yang mau mengikuti Aku, harus melupakan kepentingannya sendiri, memikul salibnya, dan terus mengikuti Aku. Sebab orang yang mau mempertahankan hidupnya, akan kehilangan hidupnya. Tetapi orang yang mengurbankan hidupnya untuk Aku, akan mendapatkannya. Apa untungnya bagi seseorang, kalau seluruh dunia ini menjadi miliknya tetapi ia kehilangan hidupnya? Dapatkah hidup itu ditukar dengan sesuatu? Tidak lama lagi Anak Manusia, bersama-sama dengan malaikat-malaikat-Nya akan datang dengan kuasa Bapa-Nya. Pada waktu itu Ia akan membalas tiap-tiap orang sesuai dengan perbuatannya. Ketahuilah! Dari antara kalian di sini ada yang tidak akan mati, sebelum melihat Anak Manusia datang sebagai Raja.”

Kursi Belajar
“Besok Ira ujian Matematika, jadi mulai sore ini Ira tidak akan keluar kamar untuk belajar”, demikian niat Ira disampaikan kepada ibunya. Ira mulai mempersiapkan buku-buku yang hendak dipelajarinya. Ia juga mempersiapkan alat tulis yang akan digunakannya untuk latihan soal-soal ujian. Dan mulailah Ira belajar beberapa materi pelajaran yang hendak diujikan esok hari.
            Tiga puluh menit kemudian, dia merasa haus. Ira menuju kamar makan dan mengambil segelas air untuk diminumnya. Lima belas menit kemudian ia merasa kakinya digigit nyamuk, ia menuju ke ruang tamu untk mengambil obat oles untuk mengusir nyamuk. Tidak lama kemudian ia merasa lapar, segera diambilnya makanan ringan dari lemari es dan dimakannya. Belum lama lagi, ia merasakan udara di ruangan cukup panas, sehingga dicarinya kipas untuk mengatasi udara panas. Demikian Ira terus meninggalkan tempat duduk dan menghabiskan waktu belajarnya hanya untuk hal-hal lain selain belajar. Tidak terasa malam mulai larut, tapi Ira belum menyelesaikan soal-soal latihan untuk ujian esok hari.
            Niatan untuk mencintai Tuhan Yesus bukan hanya berhenti pada ucapan mulut saja. Mencintai dan mengikuti Tuhan Yesus berarti juga memikul salib dan mengikuti langkahNya. Ada banyak hambatan untuk mencintai Tuhan dan kita harus berani mengatasi hambatan itu. (Dika)

4 Agustus 2011

Mat. 16:13-23 (Pw S. Yohanes Maria Vianney)
            Yesus pergi ke daerah dekat kota Kaisarea Filipi. Di situ Ia bertanya kepada pengikut-pengikut-Nya, "Menurut kata orang, Anak Manusia itu siapa?" Pengikut-pengikut-Nya menjawab, "Ada yang berkata Yohanes Pembaptis. Ada juga yang berkata Elia. Yang lain lagi berkata Yeremia, atau salah seorang nabi." "Tetapi menurut kalian sendiri, Aku ini siapa?" tanya Yesus kepada mereka. Simon Petrus menjawab, "Bapak adalah Raja Penyelamat, Anak Allah Yang Hidup." "Beruntung sekali engkau, Simon anak Yona!" kata Yesus. "Sebab bukannya manusia yang memberitahukan hal itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. Sebab itu ketahuilah, engkau adalah Petrus, batu yang kuat. Dan di atas alas batu inilah Aku akan membangun gereja-Ku, yang tidak dapat dikalahkan; sekalipun oleh maut! Aku akan memberikan kepadamu kunci dari Dunia Baru Allah. Apa yang engkau larang di atas bumi, juga dilarang di surga. Dan apa yang engkau benarkan di atas bumi, juga dibenarkan di surga." Setelah itu Yesus mengingatkan pengikut-pengikut-Nya supaya mereka tidak memberitahukan kepada siapa pun bahwa Dialah Raja Penyelamat. Mulai dari saat itu, Yesus berkata terus terang kepada pengikut-pengikut-Nya, bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan mengalami banyak penderitaan dari pemimpin-pemimpin, imam-imam kepala dan guru-guru agama. Ia akan dibunuh, tetapi pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan kembali. Lalu Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia, katanya, "Mudah-mudahan Allah menjauhkan hal itu, Tuhan! Jangan sampai hal itu terjadi pada Tuhan!" Yesus menoleh lalu berkata kepada Petrus, "Pergi dari sini, Penggoda! Engkau menghalang-halangi Aku. Pikiranmu itu pikiran manusia; bukan pikiran Allah!"

Rencana Tuhan Baik Adanya
Siang itu Bernard telah bersiap diri untuk segera berangkat latihan pramuka di sekolah. Tapi ketika ia hendak keluar rumah, ternyata mendung begitu gelap. “Celaka!”, Pikir Bernard, “Tak lama lagi pasti akan hujan deras.” Saat itu hati Bernard benar-benar gusar, sebab hari itu adalah kesempatan terakhir latihan pramuka sebelum mengikuti seleksi bagi para siswa Sekolah Dasar untuk mengikuti ajang lomba Kwartir Ranting. “Bagaimana jadinya nanti?” keluh Bernard, “Bisa-bisa aku gak lulus seleksi kalau begini caranya. Aduh, kenapa sih Tuhan gak mau sedikit mengerti. Kalau saja Tuhan mau mengerti, pastilah Ia tidak akan menurunkan hujan hari ini.”
Kiranya, hal seperti itu tidak hanya dialami oleh Bernard. Tidak sedikit pula dari antara kita yang mengeluh ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan apa yang telah kita pikirkan. Bahkan ketika kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan rencana atau harapan kita, tidak jarang dari kita yang segera mengeluh dan protes. Sikap demikian tampaknya sangat wajar dialami oleh manusia, tapi sebenarnya ini bukanlah sikap yang baik. Mengapa dikatakan tidak baik? Karena kita hanya menuruti kemauan kita sendiri. Padahal, bila benar-benar kita sadari, tidaklah semua hal harus sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Oleh sebab itu, kita juga harus memperhatikan dan mengikuti kemauan Tuhan.
Inilah yang hendak diajarkan Tuhan Yesus kepada Kita, bahwa yang paling utama adalah menuruti kemauan Tuhan. Sebab Tuhan Yesus tahu bahwa hanya kemauan Tuhan sajalah yang terbaik bagi hidup kita. Tuhan tidak hanya memikirkan kebaikan kita hanya selama kita masih hidup di dunia ini, tapi juga untuk kebaikan kita di surga nanti. Mulai sekarang, mari kita belajar untuk lebih menerima apapun yang telah diberikan Tuan kepada kita, meskipun terkadang hal itu terasa sangat menyakitkan hati kita. Percayalah, Tuhan pasti memiliki rencana yang sangat baik dalam hidup kita. (Fransisca A. Anggraeni)

3 Agustus 2011

Mat 15:21-28
            Kemudian Yesus meninggalkan tempat itu dan pergi ke daerah dekat kota Tirus dan Sidon. Seorang wanita Kanaan dari daerah itu, datang kepada Yesus sambil berseru-seru, "Anak Daud, kasihanilah saya! Anak perempuan saya kemasukan roh jahat. Keadaannya parah betul." Yesus tidak menjawab wanita itu sama sekali. Lalu pengikut-pengikut Yesus datang kepada-Nya dan memohon, "Pak, suruh wanita itu pergi. Dia hanya ribut-ribut saja di belakang kita!" Yesus menjawab, "Aku diutus hanya kepada bangsa Israel, khususnya kepada mereka yang sesat." Wanita itu datang lalu sujud di hadapan Yesus dan berkata, "Tolonglah saya, Tuan." Yesus menjawab, "Tidak baik mengambil makanan anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." "Benar, Tuan," jawab wanita itu, "tetapi anjing pun makan sisa-sisa yang jatuh dari meja tuannya." Lalu Yesus berkata kepadanya, "Ibu, sungguh besar imanmu! Biarlah terjadi apa yang kauinginkan!" Pada saat itu juga anak wanita itu sembuh.

Akhirnya Kasihan Juga
Ketika David sedang asyik ngobrol dengan teman-temannya di teras sambil menikmati hangatnya kopi susu dan hidangan kue buatan ibu, tiba-tiba saja ada seorang nenek berpakaian kumal menghampiri mereka dan meminta sedekah. “Kasihanilah saya, nak. Apapun yang kalian berikan pada saya akan saya terima. Kalaupun tidak ada uang receh, cukuplah segenggam beras, atau apa saja yang bisa saya makan.” Tanpa banyak kata, David dan teman-temannya pun segera mengemas semua hidangan yang ada di hadapan mereka dan masuk rumah serta menutup pintu. Sementara, nenek itu hanya bisa memandangi tindakan mereka tanpa sanggup lagi untuk mengucapkan satu katapun.
Setelah beberapa waktu berselang, David mencoba melihat dari balik jendela kaca untuk mencari tahu apakah nenek itu sudah pergi atau belum. Ternyata ia masih tetap berdiri di teras rumahnya. Karena merasa kelamaan menunggu, akhirnya David keluar dan berkata, “Pergilah, Nek! Selama apapun ditunggu, kami tidak akan memberikan apa-apa!” Dengan mata sayu, nenek itu hanya memandangi David yang sedang memarahinya. Meski begitu, David tidak mau tahu soal nenek itu dan ia kembali masuk rumah. Sedangkan nenek renta itu tetap berdiri di tempatnya dan terus memandangi pintu rumah David sambil terus berharap ada salah satu di antara mereka yang mau mengasihaninya. Cukup lama nenek itu berdiri di situ dan terus mengharapkan belas kasihan dari mereka.
Akhirnya David merasa kasihan padanya, “Nenek ini pastilah benar-benar sedang membutuhkan pertolonganku.” Pikir David. Setelah berpikir demikian, David pun keluar rumah sambil membawa sebungkus nasi dan lauk untuk dimakan nenek itu. Ia memberikan beras yang dibungkusnya dalam plastik dan memberikan beberapa keping uang. Rupanya David telah menjadi sungguh-sungguh jatuh kasihan pada nenek itu. Betapa bahagianya nenek itu. Sambil terus mengucapkan terima kasih kepada David, ia pun kembali meneruskan perjalanannya meninggalkan rumah itu.
Seperti nenek itu, hendaknya kitapun jangan pernah berhenti memohon dan berharap belas kasihan kepada Tuhan. Bila David yang jahat saja bisa menjadi benar-benar jatuh kasihan, apalagi Tuhan Yang Maha Pemurah dan penuh kasih. Ia pasti tidak akan pernah tega membiarkan kita menderita seorang diri. Ia akan memberikan semua yang kita butuhkan tepat pada waktunya. (Hilaria )

2 Agustus 2011

2 Agustus 2011
Mat. 15:1-2,10-14
            Sekelompok orang Farisi dan beberapa guru agama dari Yerusalem datang kepada Yesus. Mereka bertanya kepada-Nya, "Mengapa pengikut-pengikut-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Waktu akan makan, mereka tidak mencuci tangan lebih dahulu menurut peraturan!” Kemudian Yesus memanggil orang-orang dan berkata kepada mereka, "Dengarlah supaya mengerti! Yang masuk ke mulut tidak membuat orang itu najis; hanya yang keluar dari mulutnya, itulah yang menjadikan dia najis." Lalu pengikut-pengikut Yesus datang dan berkata kepada-Nya, "Tahukah Bapak bahwa orang-orang Farisi itu tersinggung waktu mendengar Bapak berkata begitu?" Yesus menjawab, "Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku di surga akan dicabut. Tidak usah hiraukan orang-orang Farisi itu. Mereka itu pemimpin-pemimpin buta; dan kalau orang buta memimpin orang buta, kedua-duanya akan jatuh ke dalam parit.”

Menjaga Kebersihan Hati
Sepulang dari sekolah Yudha melihat ayah, ibu, dan Leo kakaknya telah siap bersantap siang di meja makan. Kemudian Yudha pun segera melempar tas sekolahnya dan segera berhambur menuju ke meja makan. Belum sempat duduk, ia langsung menyahut piring dari atas meja dan hendak segera menuangkan nasi ke dalam piringnya. Leo yang melihat sikap Yudha langsung menegur, ”Coba lihat! Apa yang kau lakukan itu sudah benar?! Lihat sekali lagi, ayah dan ibu yang menunggumu saja belum mengambil nasi, kita belum berdoa bersama, dan lagi apa kamu sudah cuci tangan sebelum ke meja makan?!” “Ah, namanya juga orang lapar. Lagian, Tuhan Yesus aja gak melarang kita makan tanpa cuci tangan kok. Kenapa kakak yang sewot.” ujar Yudha sekenanya. “Yudha. Tolong duduk sebentar dan dengarkan ayah.” sahut ayah. “Memang Tuhan Yesus tidak melarang kita makan tanpa cuci tangan. Tapi, waktu itu Tuhan Yesus berkata demikian karena Ia hendak menentang orang-orang Farisi yang memandang cuci tangan sebagai peraturan. Karena mereka lebih mementingkan peraturan dan menganggap orang yang makan tanpa mengikuti peraturan tersebut menjadinya najis. Tapi bagi Tuhan Yesus, bukan pertama-tama soal sudah cuci tangan atau belum yang menjadikan makanan itu najis atau tidak, melainkan soal hati. Jadi, bila sekarang kita harus cuci tangan terlebih dahulu sebelum makan, itu bukan menyangkut soal peraturan, melainkan soal kebersihan. Apa kamu tidak sadar kalau apa saja yang sudah kamu pegang selama di sekolah dan selama perjalanan pulang dari sekolah sampai ke rumah telah menjadikan tanganmu kotor?” Demikianlah ayah mencoba memberi pengertian kepada Yudha. Lalu Yudhapun segera melangkahkan kaki menuju westafel untuk mencuci tangan. Setelah kembali ke meja makan, tiba-tiba Yudha marah-marah pada Leo karena lauk yang paling ia sukai yang tadi masih tersedia di piring telah habis diambil kakaknya itu. Melihat sikap Yudha itu ayahpun segera menegurnya, “Yudha, mengapa kamu mudah sekali marah? Apakah jika lauk yang satu sudah habis berarti sudah tidak ada lauk lain yang bisa dimakan? Seharusnya kita lebih bersyukur karena masih bisa makan lengkap dengan lauk dan sayur seperti ini.” “Tapi, ayah. Itu kan lauk kesukaan Yudha!” gerutunya. “Marah, menggerutu, dan tidak tahu bersyukur itulah yang bisa menjadikan najis. Semuanya itu berasal dari sikap hati yang buruk.” kata ayah, “Ayah tidak bermaksud membela kakakmu, tapi ayah ingin mengingatkanmu supaya belajar bersyukur dan belajar menjaga hati supaya selalu bersih dan lebih bersabar. Inilah sebenarnya yang dinginkan oleh Tuhan Yesus.”
Benarlah yang dinasihatkan ayah kepada Yudha. Menjaga kebersihan hati sungguh lebih penting dari sekedar menjaga kebersihan tangan maupun tubuh luar. Nah, apakah kita juga sudah berusaha untuk selalu menjaga kebersihan hati atau membersihkannya ketika dikotori oleh amarah, iri hati, maupun kebencian? (Karla Larasati)

1 Agustus 2011

Mat. 14:13-21 (Pw S.Alfonsus Maria.de Liguori)
            Waktu Yesus mendengar berita itu, Ia naik perahu sendirian dan meninggalkan tempat itu, untuk pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi ketika orang-orang mendengar tentang hal itu, mereka meninggalkan kota-kota mereka dan pergi menyusul Yesus melalui jalan darat. Waktu Yesus turun dari perahu dan melihat orang banyak itu, Ia kasihan kepada mereka. Lalu Ia menyembuhkan orang-orang yang sakit di antara mereka. Sore harinya, pengikut-pengikut Yesus datang dan berkata kepada-Nya, "Hari sudah sore dan tempat ini terpencil. Lebih baik Bapak menyuruh orang-orang ini pergi, supaya dapat membeli makanan di desa-desa." "Tidak usah mereka pergi," kata Yesus, "kalian saja beri mereka makan." "Kami hanya punya lima roti dan dua ikan!" jawab pengikut-pengikut Yesus itu. "Bawa itu kemari," kata Yesus. Kemudian Ia menyuruh orang banyak itu duduk di atas rumput. Lalu Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, lalu menengadah ke langit dan mengucap syukur kepada Allah. Sesudah itu Ia membelah-belah roti itu dengan tangan-Nya dan memberikan-Nya kepada pengikut-pengikut-Nya untuk dibagi-bagikan kepada orang banyak itu. Mereka semua makan sampai kenyang. Sesudah itu pengikut-pengikut Yesus mengumpulkan kelebihan makanan itu; ada dua belas bakul penuh. Yang makan pada waktu itu ada kira-kira lima ribu orang, belum terhitung wanita dan anak-anak.

MARI BERBAGI
Lambertus, Arlian, dan Danuarta sedang mengikuti kegiatan ekstrakurikulier basket bersama teman-teman yang lain di sekolah. Saat usai babak pertama permainan, mereka beristirahat sejenak sambil duduk-duduk di pinggir lapangan. Sementara yang lain masih asyik ngobrol-ngobrol saling mengomentari permainan mereka, Arlian mengeluarkan sebotol air minum  yang ia bawa dari rumah. Ketika ia sedang minum, ada teman lain yang juga ingin minum dan meminta padanya. Pada saat yang hampir bersamaan, Lambertus dan Danuarta juga meminta air minum itu. Lalu kata Arlian, “Aduh..duh.. Kalau semua minta air miumku, gimana dong nanti kalau aku haus lagi?” Setelah berkata demikian Arlian memutuskan hanya memberikannya pada teman akrabnya saja, yakni Lambertus dan Danuarta. Namun demikian, Lambertus dan Danuarta tidak ingin segera meminumnya. Kemudian Lambertus berkata pada Arlian, “Air minum ini memang milikmu dan kau berhak memberikan kepada siapa saja menurut keinginanmu. Nah, kamu kan sudah memberikannya padaku, kalau begitu sekarang aku jadi punya hak untuk memberikan yang menjadi bagianku itu pada teman kita, kan?” Sahut Arlian, “Kamu ya gak boleh seperti dong! Itu namanya kamu gak tahu berterimakasih.” Mendengar percakapan mereka, lantas Lambertus berusaha untuk menjadi penengah, “Sudah..sudah..soal begini saja masak mau ribut-ribut sih.Bukankah kita semua ini adalah teman, masak sih kita tega membiarkan ada salah satu dari teman kita menderita dan kita menikmati kesenangan kita sendiri? Gimana kalau air minum ini kita bagi rata saja dan setelah selesai permainan nanti kita sama-sama cari minum di luar? Selama kita masih kompak dan mau senasib sepenanggungan pasti kita bisa mengatasi semua persoalan.” kata Lambertus. “Benar juga ya.”kata Arlian mulai mengerti maksud baik itu. Tanpa disangka-sangka, tak lama kemudian ternyata pelatih mereka datang sambil membawa beberapa botol air minum dan sekantung makanan ringan untuk diberikan kepada mereka. Sekarang jadi sia-sia dong kecemasan Arlian?
Ketika dalam keadaan sulit, bukankah kita juga sering merasa cemas? Mulai sekarang, kita belajar melenyapkan kecemasan itu dan lebih percaya lagi pada Tuhan yuk. Jadi, kalau ada orang lain yang membutuhkan pertolongan kita dan bila saat itu kita sebenarnya bisa membantunya, maka segeralah melakukannya dan jangan khawatir bahwa kita akan menjadi kekurangan karena menolong orang lain. Tidakkah kita telah menyaksikan mukjizat Tuhan, lima roti ditambah dua ikan justru menjadi sisa duabelas bakul? Percayalah, jika Tuhan menghendaki, semuanya pasti dapat terjadi menurut kehendakNya. Sampai saat ini, mukjizat Tuhan itu masih ada dan sungguh-sungguh nyata terjadi dalam kehidupan kita. (Tika)