Rabu, 17 Agustus 2011

22 Agustus 2011


22 Agustus 2011
Mat. 23:13-22 (Pw SP Maria, Ratu)
            "Celakalah kalian guru-guru agama dan orang-orang Farisi! Kalian tukang berpura-pura. Kalian menghalangi orang untuk menjadi anggota umat Allah. Kalian sendiri tidak mau menjadi anggota umat Allah, dan orang lain yang mau, kalian rintangi.    [Celakalah kalian guru-guru agama dan orang-orang Farisi: Kalian tukang berpura-pura. Kalian menipu janda-janda dan merampas rumahnya dan untuk menutupi kejahatan itu kalian berdoa panjang-panjang. Itu sebabnya hukuman kalian nanti berat! ] Celakalah kalian guru-guru agama dan orang-orang Farisi! Kalian tukang berpura-pura! Kalian pergi jauh-jauh menyeberang lautan, dan menjelajahi daratan hanya untuk membuat satu orang masuk agamamu. Dan sesudah orang itu masuk agamamu, kalian membuat dia calon neraka yang dua kali lebih jahat daripada kalian sendiri! Celakalah kalian pemimpin-pemimpin yang buta! Kalian mengajarkan ini, 'Kalau orang bersumpah demi Rumah Tuhan, orang itu tidak terikat pada sumpahnya; tetapi kalau ia bersumpah demi emas di dalam Rumah Tuhan, ia terikat pada sumpahnya itu.' Kalian orang-orang bodoh yang buta! Mana yang lebih penting: emasnya, atau Rumah Tuhan yang menjadikan emas itu suci? Kalian mengajarkan ini juga, 'Kalau seorang bersumpah demi mezbah, orang itu tidak terikat oleh sumpahnya; tetapi kalau ia bersumpah demi persembahan di atas mezbah itu, ia terikat oleh sumpahnya itu.' Alangkah butanya kalian! Mana yang lebih penting? Persembahannya atau mezbah yang menjadikan persembahan itu suci? Sebab itu, kalau seorang bersumpah demi mezbah, itu berarti ia bersumpah demi mezbah, dan demi semua persembahan yang ada di atasnya. Dan kalau seorang bersumpah demi Rumah Tuhan, itu berarti ia bersumpah demi Rumah Tuhan itu, dan demi Allah yang tinggal di situ. Dan kalau seorang bersumpah demi surga, itu berarti ia bersumpah demi takhta Tuhan, dan demi Allah yang duduk di takhta itu.

Kerendahan Hati Bunda Maria
            Ketika Aryanto sedang asyik nongkrong di gardu bersama teman-temannya, ia melihat Anggoro yang sedang berjalan seorang diri. Lalu Aryanto berusaha menghadang Anggoro, ”Mau kemana kamu?” tanya Aryanto singkat. Lalu jawab Anggoro, “aku mau misa di gereja.” “Apa kamu tidak tahu aturan yang berlaku di sini?” tanya Aryanto. “Aturan apa ya?” Anggoro balik bertanya. “Jangan berlagak blo’on kamu ya!” bentak Aryanto, “Semua orang yang lewat sini wajib membayar pajak jalan! Tahu!” Kembali katanya,”Kamu mau ke gereja kan?! Pasti kamu bawa uang, mana?!!” Jawab Anggoro,”Tapi uang ini kan akan kugunakan untuk kolekte.” “Ah, kolekte-kolekte! Gak usah sok suci kamu! Udah, cepat! Mana uangnya?!!” bentak Aryanto sambil mencoba menggeledah saku Anggoro. Sementara itu, Anggoro sendiri tidak berani berbuat apa-apa lagi kecuali diam terpaku diperlakukan kasar oleh Aryanto dan teman-temannya yang lain.
            Betapa jahatnya perbuatan Aryanto! Sudah tidak ke gereja, malah merampas uang Anggoro yang sedianya akan dipersembahkan sebagai kolekte. Sikap Aryanto ini tidak beda jauh dengan sikap orang-orang Farisi. Mereka sendiri tidak mau menjadi umat Allah, masih juga menghalang-halangi orang lain yang mau menjadi umat Allah. Namun demikian mereka tetap ingin selalu dihormati dengan menyebut diri mereka sebagai guru dan memaksa orang lain untuk menuruti perkataan mereka. Janganlah ada di antara kita yang meniru sikap mereka yang jahat dan sombong seperti itu. Ingatlah, bahwa Tuhan selalu melihat semua perbuatan kita dan Ia akan melempar orang-orang yang meninggikan diri ke tempat yang paling rendah. Oleh karena itu, mari kita senantiasa mengingat dan mengikuti teladan Bunda Maria yang selalu merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. (Lusia Martani Winata)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar