Minggu, 14 Agustus 2011

17 Agustus 2011


17 Agustus 2011
Mat 22:15-21
            Kemudian orang-orang Farisi pergi berunding bersama-sama mengenai bagaimana mereka bisa menjebak Yesus dengan pertanyaan-pertanyaan. Maka mereka mengutus pengikut-pengikut mereka kepada Yesus bersama beberapa anggota golongan Herodes. Orang-orang itu berkata kepada Yesus, "Pak Guru, kami tahu Bapak jujur. Bapak mengajar dengan terus terang mengenai kehendak Allah untuk manusia, tanpa menghiraukan pendapat siapa pun. Sebab Bapak tidak pandang orang. Karena itu, coba Bapak katakan kepada kami: Menurut peraturan agama kita, bolehkah membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" Yesus tahu maksud mereka yang jahat itu, jadi Ia berkata, "Hai, orang-orang munafik! Mengapa kalian mau menjebak Aku? Coba tunjukkan kepada-Ku mata uang yang kalian pakai untuk membayar pajak!" Lalu mereka memberikan kepada-Nya sekeping mata uang perak. Yesus bertanya kepada mereka, "Gambar dan nama siapakah ini?" “Kaisar," jawab mereka. Maka Yesus berkata kepada mereka, "Kalau begitu, berilah kepada Kaisar apa yang milik Kaisar, dan kepada Allah apa yang milik Allah."

Adil Terhadap Tuhan
Sepulang dari sekolah Lita mengundang Ratih dan Keti ke rumahnya, katanya, “Hari minggu besok kita belajar bersama di rumahku yuk? Pagi-pagi kalian sudah harus datang lho ya, biar kita punya banyak waktu untuk mengerjakan tugas dan belajar. Kalian tidak usah khawatir dah soal sarapan dan makan siang. Semuanya pasti aku sediakan kok.” “Tapi hari Minggu kita kan harus misa di gereja terlebih dahulu. Gimana kalau siangnya saja, atau sepulang dari gereja juga gak apa-apa kok. Setidaknya kalau sudah selesai misa kan kita bisa belajar dengan lebih tenang.” kata Ratih. “Hari Minggu kan masih banyak, kita tidak usah khawatir akan kehabisan hari Minggu. Jadi, misa kan masih bisa kita lakukan di hari-hari berikutnya.” Ujar Lita. “Lho, kita tidak boleh bersikap seperti itu. Kalau begitu caranya berarti kita tidak adil pada Tuhan dong. Masak kita justru mementingkan keperluan untuk diri kita sendiri daripada mendahulukan Tuhan? Apalagi sekarang kita malah mau meninggalkan Tuhan yang selalu memperhatikan kita. Kalau begini caranya aku malah tidak mau.” “Hehehe...iya, ya?” kata Lita, “baiklah, kalau begitu pagi harinya kita misa bersama dulu saja, setelah itu baru kita belajar bersama. Tapi belajarnya tetap di rumahku saja ya?” “Setuju!” sahut Keti. Keesokan harinya, mereka pun melakukan apa yang telah mereka rencanakan bersama itu.
Untung saja ada Ratih yang masih mau mengingatkan Lita bahwa belajar itu memang penting tapi berdoa juga tidak kalah penting. Keduanya harus sama-sama kita perhatikan. Demikian juga kita harus bersikap adil terhadap Tuhan. Kita tidak boleh lebih mementingkan kebutuhan kita sendiri dan menomorduakan Tuhan. Apalagi Tuhan sangat sayang pada kita, apa kita tega menyakiti hati Tuhan? Jadi, mari kita mengerjakan tugas-tugas dalam kehidupan kita sehari-hari tanpa melalaikan kewajiban kita untuk tetap berdoa dan melakukan apa yang menjadi kewajiban kita kepada Tuhan. (Herlina S.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar